JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menaruh perhatian serius terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Hal ini sudah dilakukan SBY dalam beberapa hari terakhir mengingat pergerakan nilai tukar mata uang Garuda yang terus melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). "Saat ini, mekanisme sedang berjalan dan Presiden masih terus melakukan monitoring, evaluasi dan pengawasan pergerakan nilai tukar rupiah," ujar Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah, di Kantor Presiden, Selasa (11/6).Firmanzah menjelaskan, pemerintah melihat ada dua aspek yang menyebabkan pergerakan liar nilai rupiah. Pertama, kawasan regional dan global mengalami tekanan terhadap nilai tukar mata uang yang turut berdampak pada nilai rupiah. Kedua, masyarakat masih menunggu keputusan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Itu juga turut melemahkan nilai tukar rupiah. Firmanzah melanjutkan, pemerintah juga turut memerhatikan tekanan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang saat ini mengalami tekanan di level 4.777,37. Posisi IHSG ini semakin menjauhi posisi rekor tertinggi sepanjang sejarah pada 20 Mei lalu di level 5.214,98. Terkait pelemahan nilai rupiah ini, SBY telah menginstruksikan agar pemerintah terus melakukan koordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia agar pelemahan nilai tukar rupiah tidak tertekan lebih dalam. Sekadar informasi, kemarin di pasar spot, mata uang Garuda ditutup di level Rp 10,087 per US$. Bahkan rupiah sempat melemah di angka Rp 10.174 per US$.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
SBY monitoring dan evaluasi pergerakan rupiah
JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menaruh perhatian serius terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Hal ini sudah dilakukan SBY dalam beberapa hari terakhir mengingat pergerakan nilai tukar mata uang Garuda yang terus melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). "Saat ini, mekanisme sedang berjalan dan Presiden masih terus melakukan monitoring, evaluasi dan pengawasan pergerakan nilai tukar rupiah," ujar Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah, di Kantor Presiden, Selasa (11/6).Firmanzah menjelaskan, pemerintah melihat ada dua aspek yang menyebabkan pergerakan liar nilai rupiah. Pertama, kawasan regional dan global mengalami tekanan terhadap nilai tukar mata uang yang turut berdampak pada nilai rupiah. Kedua, masyarakat masih menunggu keputusan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Itu juga turut melemahkan nilai tukar rupiah. Firmanzah melanjutkan, pemerintah juga turut memerhatikan tekanan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang saat ini mengalami tekanan di level 4.777,37. Posisi IHSG ini semakin menjauhi posisi rekor tertinggi sepanjang sejarah pada 20 Mei lalu di level 5.214,98. Terkait pelemahan nilai rupiah ini, SBY telah menginstruksikan agar pemerintah terus melakukan koordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia agar pelemahan nilai tukar rupiah tidak tertekan lebih dalam. Sekadar informasi, kemarin di pasar spot, mata uang Garuda ditutup di level Rp 10,087 per US$. Bahkan rupiah sempat melemah di angka Rp 10.174 per US$.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News