SBY: Segera respons pelemahan rupiah!



AKARTA. Posisi baru rupiah yang sempat menyentuh level terendah sejak Maret 2009 yakni Rp 12.000 per dollar Amerika Serikat menjadi perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia meminta agar jajaran pemerintah yang dipimpinnya segera merespons pelemahan rupiah dengan fokus kerja dan tetap berkoordinasi. Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah mengatakan SBY terus memonitor pelemahan nilai tukar mata uang Garuda. "Presiden terus memantau perkembangan aktivitas perekonomian regional dan meminta para menteri agar terus fokus bekerja untuk mensukseskan reformasi struktural," tutur Firmanzah, Jumat (29/11). Menurut Guru Besar Ekonomi dari Universitas Indonesia ini, SBY tidak hanya meminta fokus mengatasi pelemahan mata uang rupiah, tapi juga memberikan stimulus kepada dunia usaha dan mempertahankan daya beli masyarakat. Apalagi pemerintah telah meluncurkan 17 paket kebijakan dan Presiden agar paket-paket itu segera dijalankan dengan biak. Untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah, SBY telah menginstruksikan jajarannya untuk tetap berkoordinasi dengan otoritas moneter, pengawas industri perbankan, lembaga penjamin simpanan, dan kementerian keunangan. "Ada bigian fiskal dan bagian moneter, BI menaikkan BI Rate, memang salah satu ditujukan untuk antisipasi, stabilitasi, namun dampaknya pada pertumbuhan ekonomi," beber Firmanzah. Sebagaimana diketahui, kemarin (28/11), rupiah menyentuh Rp 12.018 per dolar AS, atau level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia (BI) yang ditetapkan pada hari yang sama adalah Rp 11.930. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo meminta seluruh pihak untuk tenang dalam menyikapi melorotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS ini. Menurut Agus, kondisi melemahnya rupiah ini tidak bisa disikapi dengan panik. Menurutnya, semua pihak harus tetap tenang, tidak kemudian menjadi panik dan tetap bisa menjalankan kegiatan dengan baik. Agus bilang, melemahnya rupiah yang merupakan level terlemah sejak Maret 2009 lalu dan telah mencapai 2,5% ini, mendapat pengaruh dari kondisi global dan domestik Indonesia. Salah satu pengaruhnya adalah rencana penghentian stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve yang diperkirakan akan dilakukan pada waktu dekat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan