JAKARTA. Partai Demokrat mendukung penuh pemerintahan Joko Widodo sampai nanti akhir masa baktinya paripurna. Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan bahwa partainya tak punya niat menggulingkan pemerintah. Ada tiga sikap Partai Demokrat, yaitu mendukung Presiden Jokowi menuntaskan masa bakti, mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah, dan mengkritik pemerintah jika mengeluarkan kebijakan yang tak berpihak kepada rakyat. "Tidak ada niat sekecil apa pun, tidak ada tindakan untuk menjatuhkan pemerintah di tengah jalan," ujar SBY, Selasa malam (7/2).
Meski demikian, dia menegaskan, Partai Demokrat tetap berada di luar pemerintahan. PD tak merasa dikucilkan, namun bersikap konsisten. "Demokrat akan tetap menjadi partai tengah, demokratis religius, partai yang mencintai keberagaman," ujar SBY. Selain itu SBY dalam pidato politiknya saat acara Dies Natalis mengatakan bahwa partai yang dipimpinnya saat ini tidak sama sekali memikirkan soal calon presiden. SBY juga menegaskan bahwa partainya belum saatnya menatap Pemilu 2019. "Mulai ada yang bicara Pemilu 2019, termasuk siapa-siapa yang dinominasi. Belum saatnya Demokrat bicara seperti itu," kata SBY. Menurut SBY, tak baik mengait-ngaitkan peristiwa politik saat ini dengan Pemilu 2019. Banyak hal yang masih bisa dilakukan beberapa tahun ke depan, kata SBY. "Banyak yang dilakukan oleh bangsa ini dalam 5 tahun ke depan," imbuh SBY. Hentikan aksi massa Pada kesempatan tersebut SBY juga menyinggung soal aksi massa yang turun ke jalan beberapa waktu belakangan. Menurutnya hal tersebut harus segera diakhiri. "Mari kita hormati proses penegakan hukum atas perkara Basuki yang berlangsung. Beri ruang kepada penegak hukum, putusan apa pun harus kita hormati. Bebaskan segala intervensi dari pihak mana pun. Pengerahan kekuatan massa dalam jumlah amat yang besar dari pihak mana pun barangkali seharusnya diakhiri. Gerakan massa yang berhadapan-hadapan bisa menimbulkan benturan fisik dan kekerasan yang tidak dikehendaki," tutur SBY. Pemerintah, menurut SBY, harus bisa mengelola situasi sosial dan politik secara terukur. Tidak boleh ada manipulasi politik yang membuat situasi memburuk. "Ketegangan sosial harus segera diakhiri. Jangan justru dipelihara, apalagi dibesar-besarkan," sebut SBY. Sebagai bangsa yang majemuk, setiap warga negara harus bertoleransi dan tenggang rasa. Semua harus bergerak untuk kemajuan bangsa. "Setelah itu, mari kita lanjutkan perjalanan kita, melangkah ke depan.
Move on, masih banyak tugas dan pekerjaan yang harus dikerjakan di masa depan," ujar dia. Kasus Ahok Presiden keenam RI ini juga menyebut kasus dugaan penistaan agama yang menjerat calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dalam pidato politiknya. SBY mengatakan, kasus tersebut cukup mengguncang publik dan membuat situasi sosial dan politik memanas. Ia mengatakan, ucapan Ahok saat itu yang menyitir salah satu ayat di Alquran merupakan isu yang sederhana. Namun ia menilai, Pemerintah tidak bijak dalam mengelolanya sehingga berkembang menjadi isu yang rumit dan melebar. "Saya berpendapat kasus hukum Basuki Tjahaja Purnama bukan isu Kebhinekaan dan SARA dan juga bukan isu NKRI," kata SBY.
Menurut SBY, kasus tersebut dalam perkembangannya seolah dipolitisasi dan digeser untuk masuk ke isu kebhinekaan dan SARA. Akibatnya, masyarakat di akar rumput bersitegang dan membuat situasi sosial dan politik menjadi tidak kondusif. "Saya berpendapat, ketegangan sosial dan politik harus diakhiri. Jangan dibesar-besarkan. Mari kita petik hikmah yang berharga dari peristiwa tersebut," kata ayah dari Cagub DKI Agus Harimurti Yudhoyono itu. (zal/kps/wly) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia