KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah saat ini menghadapi keterbatasan pendanaan dalam pembangunan infrastruktur, sehingga peran swasta sangat dibutuhkan. Berdasarkan catatan Supply Chain Indonesia (SCI) dari data Kementerian PPN/Bappenas, total nilai investasi yang dibutuhkan dalam pembangunan infrastruktur periode tahun 2015-2019 sebesar Rp 4.796,2 triliun. Dari jumlah terebut, pendanaan dari APBN dan APBD sebesar Rp 1.978,6 triliun (41,3%) dan BUMN sebesar Rp 1.066,2 triliun (22,2%), sehingga dibutuhkan pendanaan dari swasta sebesar Rp 1.751,5 triliun (36,5%). Untuk pembangunan infrastruktur transportasi (non-road), data Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaannya tahun 2015-2019 sebesar Rp 1.283 triliun.
"Kemampuan pendanaan APBN untuk infrastruktur transportasi sebesar Rp 491 triliun sehingga terdapat kekurangan yang diharapkan dipenuhi dari swasta dan BUMN sebesar 791 triliun," ujar Setijadi, Chairman SCI dalam siaran pers, Minggu (4/2). SCI juga mencatat sejumlah upaya Kemenhub untuk melibatkan peran swasta dalam pembangunan infrastruktur dengan skema Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI) yang berjangka waktu 50 tahun dan dapat diperpanjang. Untuk pembangunan 10 bandara dan 20 pelabuhan, misalnya, Kemenhub menawarkan kepada swasta dan BUMN. Selain itu, pada Asia Europe Meeting - Transport Minister Meeting (ASEM-TMM) ke-4 di Bali pada 26-28 September 2017, Kemenhub menawarkan 12 proyek transportasi strategis nasional dengan total investasi sekitar Rp40 triliun. Kemenhub juga melibatkan swasta dalam pengoperasian infrastruktur dan fasilitas transportasi. Misalnya, dalam pengoperasian Program Tol Laut, jembatan timbang, dan kapal ternak. Keterlibatan swasta dalam pembangunan infrastruktur masih rendah karena terkendala beberapa permasalahan. Di samping nilai investasi yang sangat besar, jangka waktu pengembalian investasi sangat lama dan tingkat profitabilitas relatif rendah dalam bisnis pembangunan infrastruktur. SCI merekomendasikan lima hal untuk meningkatkan peran swasta dalam pembangunan infrastruktur, terutama infrastruktur transportasi dan logistik. Pertama, peningkatan kepastian perencanaan pembangunan infrastruktur dari pemerintah dan regulasi terkait, termasuk integrasi perencanaan pembangunan antar infrastruktur. Integrasi ini, misalnya, antara pembangunan pelabuhan dan jalan aksesnya. Kedua, integrasi antara rencana pembangunan infrastruktur oleh pemerintah pusat dengan rencana pembangunan daerah setempat.
Ketiga, peningkatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, termasuk masalah regulasi dan birokrasi perizinan. Keempat, pemberian insentif fiskal, mencakup PPN, PPH, dan bea masuk serta kepabeanan lainnya. Kelima, dukungan Pemda dalam penyesuaian Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) serta penyediaan dan pembebasan lahan yang menjadi salah satu masalah utama dan memakan waktu lama di awal pembangunan infrastruktur. Keenam, peningkatan dukungan perbankan dalam penyediaan skema pendanaan yang lebih baik, termasuk dalam penentuan suku bunga. Tingkat suku bunga perbankan nasional yang tinggi mengakibatkan swasta nasional kalah bersaing dari perusahaan asing yang menggunakan pendanaan dari bank negara setempat yang memberikan suku bunga rendah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto