KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2020 menjadi periode yang berat bagi berbagai emiten. Banyak emiten yang kinerjanya tidak sesuai dengan ekspektasi. "Secara kinerja di bawah rata-rata karena pandemi Covid-19. Wajar sih," kata Head of Investment Research Infovesta Utama, Wawan Hendrayana kepada Kontan.co.id, Rabu (4/11). Salah satu yang diamati adalah kinerja sektor barang konsumsi. Di tengah pandemi Covid-19, biaya perusahaan akan meningkat. Pembengkakan ini dipicu oleh kegiatan operasional yang perlu mematuhi protokol kesehatan. Misalnya, perlunya pembatasan jam operasional yang akhirnya menekan produktivitas perusahaan.
"Kalau yang produksinya melibatkan banyak tenaga kerja, wajar
bottom line tertekan. Biaya operasionalnya pasti naik," imbuh Wawan.
Baca Juga: Rilis pertumbuhan ekonomi dan hasil pilpres AS mewarnai IHSG dalam jangka pendek Misalnya, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang mencatat kenaikan pendapatan tapi laba bersih justru turun. Hingga kuartal III 2020 UNVR mencatatkan penurunan
bottom line hingga 1,3% secara
year on year (yoy) menjadi Rp 5,44 triliun. Sementara, pendapatan UNVR masih meningkat 0,3% menjadi Rp 32,46 triliun. Walaupun naik tipis, Wawan masih mengapresiasi UNVR yang mampu mempertahankan pendapatan di tengah pandemi Covid-19. Kinerja emiten barang konsumsi masih berpeluang membaik, khususnya dari sisi pendapatan. Sektor ini salah satu yang defensif karena produknya yang dibutuhkan masyarakat. Sementara
bottom line emiten barang konsumsi diperkirakan masih akan tertekan.
Baca Juga: Kinerja Lippo Grup membaik, simak rekomendasi saham LPKR dan LPCK Walau begitu, Wawan melihat sektor barang konsumsi sebagai salah satu pilihan dalam berinvestasi. Saham yang bisa dipilih seperti
ICBP dan
SIDO jika investor ingin kapitalisasi yang lebih mini. Selain itu, Wawan juga melihat potensi dari sektor infrastruktur, rumah sakit, farmasi, dan pertambangan nikel. Beberapa saham yang bisa menjadi pilihan seperti
TOWR,
MIKA,
KLBF, dan
INCO.
TOWR menarik karena kinerjanya sejauh ini bertumbuh positif. Sementara MIKA dan KLBF juga atraktif karena bergerak di ranah kesehatan yang dibutuhkan masyarakat. Sementara untuk INCO dalam jangka panjang produk nikelnya akan dibutuhkan untuk produksi baterai listrik. Akan tetapi, di antara pilihan saham yang ada, Wawan tetap menjagokan saham perbankan BUKU IV, khususnya BBCA. Menurut dia, sektor perbankan menjadi sangat atraktif ketika kondisi ekonomi kembali pulih. Dia menyarankan investor untuk
buy dengan target harga Rp 35.000 selama setahun ke depan.
Baca Juga: Pendapatan emiten barang konsumsi yang masuk sektor defensif turun, ini prospeknya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati