KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagian proyek-proyek pembangkit energi baru terbarukan (EBT) sudah mulai beroperasi. Direktur Mega Proyek dan EBT, Wiluyo Kusdwiharto, mengungkapkan bahwa sejumlah pembangkit dengan total kapasitas 0,8 gigawatt (GW) telah memasuki tahapan commercial operation date (COD). Sementara itu, sebanyak 5,4 GW proyek pembangkit EBT lainnya sudah peroleh Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) dan dalam tahap proses konstruksi, 1,2 GW dalam proses lelang, 5,6 GW dalam proses studi, dan 7,9 GW dalam tahap pemetaan dan perencanaan. “Tapi (target) 20,9 GW insya Allah akan kita selesaikan sampai 2030. Artinya sudah terlelang, sudah terkontrak, tinggal konstruksinya saja,” ujar Wiluyo di Jakarta, Rabu (5/7).
Baca Juga: Ini Dampak RUU EBT Terhadap Emiten Energi Baru Terbarukan Seperti diketahui, pemerintah dan PLN mencanangkan penambahan pembangkit sebesar 20,9 GW dalam kurun waktu 2021-2030 dalam RUPTL 2021. Jumlah tersebut setara kurang lebih 51,6% dari total penambahan pembangkit yang dicanangkan dalam RUPTL 2021-2030, sisanya merupakan pembangkit berbasis fosil. Dari target 20,9 GW tersebut, sebanyak 10,4 GW di antaranya menggunakan energi berbasis hidro, 3,4 GW panas bumi,0,6 GW bioenergi , 5 GW angin dan Fotovoltaik, serta 1,5 GW sumber EBT lainnya. Berdasarkan materi Diseminasi RUPTL 2021-2030 tertanggal 5 Oktober 2021, sebanyak 56,3% dari proyek pembangkit EBT RUPTL 2021-2030 direncanakan dikembangkan oleh swasta, sedang 43,7% sisanya oleh PLN sendiri. Baca Juga: IESR: Eksekusi Transisi Energi di Indonesia Membutuhkan Dana Besar Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Priyandaru Effendi, mengatakan bahwa pengembangan panas bumi bisa dipacu jika internal rate of return (IRR) bisa berada di angka 12%-14%.