KONTAN.CO.ID - CIKARANG. Ironi. Di saat pemerintah getol-getolnya menyukseskan program sejuta rumah, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (BPR), malah banyak rumah subsidi yang terbengkalai tak berpenghuni. Dugaannya: salah sasaran. Suasana gegap gempita menyelimuti peresmian proyek rumah subsidi untuk segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), Perumahan Villa Kencana Cikarang, 4 Mei 2017 silam. Tak tanggung-tanggung, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang langsung meresmikannya. Villa Kencana Cikarang dibangun oleh PT Arrayan Bekasi Development, anak usaha SPS Group. Perumahan ini merupakan bagian dari program sejuta rumah (PSR). Kali pertama diresmikan, harga satu unitnya dipatok Rp 112 juta-Rp 114 juta. Bunga cicilan yang hanya 5%, berlaku tetap hingga 20 tahun.
Kosong hingga 80%
Wajah Villa Kencana Cikarang yang dirsmikan Jokowi, sejatinya mencerminkan apa yang dikatakan Direktur Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Iwan Suprijanto pada temu wicara "Teknologi Properti Sebagai Akselerator Pertumbuhan Ekonomi Nasional." di Jakarta, Jumat (23/8) seperti dikutip Antara. Kata Iwan, pihaknya menemukan banyak rumah subsidi di beberapa provinsi yang kosong tidak dihuni, dengan tingkat kekosongan mencapai 60%-80%. Selain itu, dia juga menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait adanya pengalihan rumah bersubsidi kepada pihak-pihak lain yang tidak berhak. Perlu diingat untuk memperoleh rumah subsidi dengan memakai fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (LFPP), terdapat syarat tertentu. Beberapa diantaranya adalah: maksimal penghasilan maksimal sebesar Rp 8 juta per bulan; belum pernah menerima subsidi atau bantuan perumahan dari pemerintah; tidak memiliki rumah. Menariknya, FLPP hanya membebankan suku bunga KPR tetap 5%, dengan tenor hingga 20 tahun. Kepada KONTAN, Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto, mengatakan bahwa terdapat sanksi berupa pemberhentian FLPP oleh Bank Penyalur bagi penghuni yang tidak menaati kewajiban memanfaatkan rumah sebagai tempat tinggal atau hunian. Ini diatur dalam Peraturan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pembiayaan Kepemilikan Rumah Melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan. “Untuk beberapa kasus pelanggaran, pemberhentian KPR FLPP oleh Bank Penyalur dialihkan menjadi KPR Komersial,” terang Iwan kepada KONTAN (11/9/2024). Menyoal langkah tindak lanjut ke depan, Iwan memastikan bahwa Kementerian PUPR bakal terus berkoordinasi dengan berbagai pihak baik internal maupun eksternal, termasuk utamanya dengan Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan BP TAPERA untuk meningkatkan proses pengendalian. Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi beberapa langkah strategis dapat pemerintah lakukan. Beberapa di antaranya yakni penyempurnaan skema, mekanisme, dan prosedur, lalu. pemberian surat peringatan atau teguran kepada bank penyalur Dana FLPP; dan/atau memproses hukum terhadap penyimpangan yang terjadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News