KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebanyak 156 proyek pembangkit hidro yang terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMh), hingga
pump storage masuk ke dalam daftar prioritas pendanaan Just Energy Transitioan Partnership (JETP). Di dalam
draft Dokumen Investasi dan Kebijakan Komprehensif atau
comprehensive investment and policy plan (CIPP) total kapasitas dari 156 proyek tersebut sebesar 12,881.5 Megawatt (MW) atau setara 12,8 GW. Adapun estimasi investasi yang dibutuhkan untuk ratusan proyek tersebut senilai US$ 22,30 miliar dengan perincian pembangkit hidro US$ 10,48 miliar, US$ 9,59 miliar, dan
pump storage US$ 2,23 miliar.
Ketua Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA), Zulfan Zahar menyatakan hampir seluruh proyek yang tercantum di dalam draf CIPP JETP merupakan proyek eksisting PLN maupun tambahan data dari asosiasi.
Baca Juga: Ini Sejumlah Kendala Penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) “Jadi harapannya memang itu semua bisa dibiayai oleh JETP langsung melalui pengusaha listrik swasta (IPP) tender kuota yang dilakukan oleh PLN. Kalau memang salah satu dari sekian banyak proyek yang diajukan mendapatkan atau menjadi pemenang, maka itu bisa diprioritaskan mendapatkan pembiayaan di JETP,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (5/11). Zulfan menjelaskan, perihal instrumen pendanaan JETP yang akan dimanfaatkan proyek pembangkit hidro, nantinya IPP akan menyesuaikan kesiapannya. Pasalnya, tidak semua IPP memiliki ekuitas yang cukup baik atau punya jaminan kolateral yang cukup selain proyek itu sendiri. Dirinya cukup optimistis dan berharap besar dana JETP bisa benar-benar cair untuk memgakselarasi proyek pembangkit listrik tenaga hidro di Tanah Air. Sejalan dengan semakin masifnya proyek PLTA ke depan, ada sejumlah catatan yang diberikan oleh asosiasi. “Kami dari asosiasi sangat menunggu terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Transisi Energi dan Revisi RUPTL terbaru terkait transisi energi,” ujarnya. Selain itu, pihaknya juga berharap kajian kelayakan proyek yang dilakukan PLN sebagai dasar melakukan tender, betul-betul dapat merpresentasikan keuntungan kedua belah pihak. Sehingga perusahaan swasta merasa tender tersebut adil. “Saat ini masih banyak kurangnya, dari sisi tarif, kemudian dari sisi mekanisme pembelian kelebihan energi, dan clusterisasi,” terangnya.
Baca Juga: Tahun Ini, Satu Program Transisi Energi Lewat JETP Bakal Digarap Khusus mengenai clusterisasi, Zulfan menyatakan, sebaiknya PLN membuka tender khusus di lokasi di mana
demand listrik itu dibutuhkan. Sebagai contoh, jika PLN membutuhkan listrik di Aceh, jangan membuka tender di seluruh Sumatera karena kompetisi menjadi tidak sehat karena semua pihak bisa ikut. Padahal idealnya, agar kompetisi sehat, tender PLTA bisa difokuskan pada perusahaan yang berada di lokasi proyeknya. “Ini adalah pintu pertamanya, kalau ini tidak disentuh dan diperbaiki cita-cita JETP dan RUPTL menambah 26 GW pembangkit energi terbarukan akan menjadi cita-cita yang sulit diwujudkan,” tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi