KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Undang Undang (UU) Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) telah diundangkan pada 15 Februari 2022. Berbagai aturan pelaksana UU tersebut pun telah diterbitkan. Namun, hingga saat ini tercatat belum ada investor yang merealisasikan investasi di IKN. Pemerintah dalam berbagai kesempatan mengatakan, dana yang dibutuhkan untuk membangun IKN sekitar Rp 466 triliun. Jumlah itu terdiri dari APBN sekitar Rp 89,4 triliun, KPBU dan swasta sekitar Rp 253,4 triliun, serta BUMN dan BUMD sekitar 123,2 triliun. Artinya, porsi terbesar pembangunan IKN mengandalkan investasi dari KPBU dan swasta.
Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Agung Wicaksono menjelaskan, berbagai regulasi yang dibutuhkan untuk menarik investasi telah diterbitkan. Di antaranya Keputusan Menteri Keuangan (PMK) dan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) tentang pendanaan IKN, tentang kerja sama pemerintah dengan badan usaha, serta Peraturan Pemerintah (PP) untuk kemudahan investasi di IKN. “Berbagai minat investasi juga terlihat dari 182 LOI (
Letter of Intent) yang diterima OIKN, mulai dari perusahaan dalam negeri hingga yang berasal dari mancanegara,” ujar Agung dikutip dari laman instagram
@ikn_id, Rabu (3/5).
Baca Juga: Pengusaha Sebut Ada Banyak Faktor Investor Belum Realisasikan Investasi di IKN Otorita IKN mengatakan, dukungan yang hadir menunjukkan respon positif dunia terhadap pembangunan IKN. Untuk itu, diperlukan optimisme bersama untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa membangun Nusantara. Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, APBN menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, APBN saat ini harus menghadapi penurunan penerimaan pajak dari sisi pajak-pajak yang berkaitan dengan komoditas. Kedua, defisit APBN juga mesti diturunkan kembali di bawah level 3%. Dengan demikian, dana kementerian/lembaga banyak dipotong, dipangkas, dan dicadangkan. Artinya terdapat belanja yang mulai agak direm. Ketiga, pemerintah menghadapi ancaman situasi el nino, ancaman kekeringan ekstrem serta dampaknya pada inflasi dan harga pangan. Pemerintah tentunya mesti memprioritaskan pangan untuk memitigasi ancaman tersebut ketimbang proyek IKN. Sebab, pangan merupakan sektor prioritas yang mesti menjadi perhatian. Berikutnya, APBN juga harus menanggung penyertaan modal negara (PMN) pada proyek strategis nasional (PSN) yang sifatnya
multiyears contract dan telah berjalan sebelum adanya IKN. “IKN ini memang kan awalnya dominan pembiayaan dari swasta. Sedikit porsinya dari APBN, BUMN. Jadi kalo misalkan sekarang belum ada yang terealisasi investasi swasta di IKN, dengan
deadline yang ada, perencanaan pembangunannya bisa berubah total, bisa lebih mundur,” ujar Bhima saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (3/5). Juru Bicara Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja mengatakan, sebelum berinvestasi, investor akan melihat apa saja yang dilakukan pemerintah terkait dengan IKN. Sebab itu, pada tahap awal pembangunan IKN akan menggunakan APBN. Endra mengatakan, pembangunan infrastruktur dasar pada tahap awal menunjukkan keseriusan pemerintah untuk membangun IKN. "Kalau sudah liat keseriusan pemerintah, investor akan masuk," ujar Endra di Kantor Kementerian PUPR, Selasa (2/5). Endra menjelaskan, investasi yang dilakukan investor tidak serta merta langsung dilakukan. Investor akan melihat progres pembangunan IKN. Dari hal itu, investor akan menyampaikan
interest.
Baca Juga: Menteri PUPR: Pembangunan di IKN Semuanya Masih Bersumber dari APBN Kemudian, investor akan menyampaikan letter of interest (LoI). Setelah menyampaikan LoI, investor tidak serta merta melakukan realisasi investasi. Biasanya, investor akan terlebih dahulu melakukan perencanaan dan
feasibility study.
"Tapi kita optimistis dengan perkembangan yang ada," ucap Endra. Plt Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Suyus Windayana mengatakan, insentif pemberian hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak pakai yang tercantum dalam PP nomor 12 tahun 2023 dapat menarik minat investor. Misalnya, pemberian izin satu siklus HGU kepada pelaku usaha dengan jangka waktu paling lama 95 tahun, satu siklus HGB 80 tahun, dan hak pakai 80 tahun pada lahan di IKN. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto