Sebanyak 200 kontainer ikan impor ditahan di pelabuhan



JAKARTA. Sebanyak 200 kontainer ikan impor ditolak masuk di beberapa pelabuhan. Di Pelabuhan Belawan, Medan, jumlah ikan impor yang ditahan sebanyak 91 kontainer dengan volume 1,365 ton.

Sementara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, jumlahnya mencapai 80 kontainer dengan volume 1.200 ton. Sisanya yaitu sebanyak 29 kontainer dengan volume 435 ton ditolak masuk di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Victor Nikijuluw mengatakan, ikan impor tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk memasuki wilayah Indonesia. Selama ini, jenis ikan yang boleh diimpor hanya ikan yang tidak ada di Indonesia, seperti ikan salmon, ikan hokie dan ikan hamachi.

"Ternyata, ikan impor yang ada di pelabuhan itu kebanyakan jenis ikan kembung yang sudah banyak di Indonesia," jelas Victor, di Jakarta, Senin (21/3).Saut Hutagalung, Direktur Pemasaran Luar Negeri KKP, menambahkan penahanan ini terjadi karena para importir tidak peduli dengan aturan impor yang sudah ditetapkan. Sejak Agustus tahun lalu, Menteri Kelautan & Perikanan sudah mengeluarkan Peraturan Menteri KP (Permen KP) No 17 Tahun 2010 tentang pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan yang masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia. Dalam permen itu, disebutkan beberapa syarat baik dari sisi produk maupun importirnya. Dari sisi produk, ikan yang diimpor harus jenis ikan yang tidak ada di Indonesia. Sementara dari sisi pelaku, setiap importir harus memiliki Angka Pengenal Importir (API), Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), dan surat rekomendasi dari Dinas Provinsi. Saut bilang, KKP sudah menyosialisasikan peraturan itu secara berkala kepada pengusaha. Bahkan, pengusaha diberi masa transisi untuk pengurusan sertifikat dan syarat impor lainnya. Namun, pengusaha banyak yang tidak memanfaatkan masa itu. "Mereka malah mengimpor ikan, padahal belum punya izin, akibatnya terjadi penumpukan ikan seperti sekarang," ujar Saut.Impor Sebagai SubstitusiAdy Surya, Ketua Harian Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki), mengatakan praktek impor ikan diperlukan sebagai strategi untuk menyiasati faktor musim dan volume produksi lokal. Ia mencontohkan, pengusaha pengalengan ikan membutuhkan 300.000 ton ikan tuna/cakalang. Namun, kenyataannya, produksi lokal hanya mampu memenuhi 60%-70%. "Sisanya ya terpaksa kita impor," kata Ady Surya, kepada KONTAN.Begitu pula dengan ikan lemuru. Kebutuhan ikan ini per tahun bisa mencapai 2,3 juta karton atau sekitar 80.000-100.000 ton. Pada musim panen, produksi lokal bisa menutupi kebutuhan hingga 80%. Masalahnya, saat ini sentra produksi lemuru di Bali sedang mengalami siklus 10 tahunan. "Kalau sedang siklus ini, ikan lemuru sama sekali tidak ada, kalaupun ada ukurannya sangat kecil sehingga tidak layak dikalengkan," tandas Ady.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini