KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Guna mengejar target bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025, pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) terus menggenjot proyek pembangkit setrum yang berasal dari energi hijau ini. Direktur Aneka Energi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Harris mengungkapkan, pada tahun 2019 ini direncanakan akan ada kontrak dan pengadaan sebanyak 157 proyek pembangkit EBT. Dari sejumlah proyek tersebut, total kapasitas setrum dari energi bersih ini ditaksir sebesar 4.718,14 Megawatt (MW) dan akan menelan investasi dengan estimasi mencapai Rp 147,115 triliun. "Itu mengacu pada update data rencana pengadaan PLN secara nasional," ungkapnya saat dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (8/6).
Dihubungi terpisah, Pelaksana Tugas Direktur Utama PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan, jumlah kontrak dan pengadaan proyek pembangkit EBT yang terbilang banyak tersebut dikarenakan proses
Engineering Procurement Contruction (EPC) pembangkit yang di bawah 10 MW dilakukan oleh PLN di Unit Wilayah masing-masing. Selain itu, EPC pembangkit EBT ini dilakukan baik oleh PLN maupun pengembang listrik swasta atau
Independent Power Producer (IPP). "Ini banyak dilakukan di unit-unit, gabungan dari EPC PLN dan IPP. Misalnya di NTT, untuk EPC PLTS saja ada lebih 24 lokasi," kata Djoko kepada Kontan.co.id, Minggu (9/6). Sedangkan untuk yang diadakan oleh PLN pusat sendiri, setidaknya akan ada 21 proyek pembangkit EBT yang direncanakan bisa berkontrak atau mencapai
Power Purchase Agreement (PPA) pada tahun ini. Seperti yang diberitakan Kontan.co.id sebelumnya, dari 21 rencana PPA itu, 9 proyek merupakan lanjutan dari tahun 2018. Sedangkan 12 proyek diantaranya merupakan proyek baru. Harris menjelaskan, proyek lanjutan merupakan proyek yang persetujuan jual beli telah dilakukan sebelum tahun 2019, namun belum menandatangani PPA. Khusus untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM), sambung Harris, proyek lanjutan adalah proyek yang telah mendapatkan Penetapan Pengelolaan Tenaga Air (PPTA). Sementara, proyek baru adalah proyek yang proses persetujuan jual belinya dilakukan pada tahun 2019. Adapun, proses PPA dilakukan ketika pengembang sudah siap dan memenuhi persyaratan. "Ini info awal. Proses PPA tergantung kesiapan pengembangnya. Jadi kemajuan PPA akan berbeda-beda," ungkap Harris. Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Essential and Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengingatkan, jumlah proyek yang menandatangani PPA tidak lah terlalu signifikan jika tidak dibarengi kelayakan proyek untuk masuk ke tahap selanjutnya. Sebab, untuk bisa beroperasi menjadi kapasitas terpasang, proyek tersebut harus terlebih dahulu masuk ke fase penyelesaian syarat pendanaan atau
financial close (FC) dan menyelesaikan tahap konstruksi. Sedangkan untuk mencapai ke tahap itu, proyek yang sudah PPA harus menarik dan layak secara investasi. Selain kualitas proyek itu sendiri, sambung Fabby, Kelayakan proyek tersebut ditentukan oleh sejumlah faktor seperti pembagian resiko antara PLN dan pengembang serta ketentuan-ketentuan dalam PPA. "Jadi PPA kan baru awal, ada tahap menuju FC sebelum konstruksi, pengalaman (PPA tahun 2017) kan dari 70 proyek tidak semua bisa konstruksi. Kalau PPA-nya
bankable, proses FC bisa lebih cepat," ungkap Fabby. Seperti diketahui, dari 70 proyek pembangkit listrik EBT yang sudah PPA pada tahun 2017, belum semuanya bisa mencapai FC. Hingga April lalu, PLN masih melakukan pendampingan bersama lembaga
financial advisor seperti
Tropical Landscapes Finance Facility (TLFF). Di samping itu, PLN juga memfasilitasi pengembang terkait untuk mendapatkan pembiayaan dari sejumlah investor atau lembaga keuangan. Meski dengan upaya itu, hasilnya masih ada 15 proyek pembangkit EBT yang terancam diputus kontrak atau terminasi jika hingga bulan Juni ini belum juga bisa mencapai FC. Tetap Kejar Target Kendati demikian, Kementerian ESDM masih optimistis untuk dapat mengejar target bauran EBT. Harris menyampaikan, sekali pun nanti akan ada proyek yang terminasi, kondisi tersebut tidak akan menyusutkan bauran energi terbarukan yang telah dicapai. Sebab, bauran energi dihitung dari pembangkit yang sudah terpasang, bukan dari jumlah kapasitas yang baru PPA.
Adapun, hingga Kuartal-I 2019, total pembangunan pembangkit EBT yang tengah dalam proses konstruksi mencapai kapasitas 2.456,15 MW. "Dan yang telah COD (Commercial Operation Date/operasi komersial) total kapasitasnya 5.822,39 MW," jelas Harris. Sementara itu, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2019-2028 mencatat, akan ada tambahan pembangkit EBT sebesar 560 MW pada tahun 2019. Tambahan pembangkit tersebut berasal dari PLTP (190 MW), PLTA (154 MW), PLTM (140 MW), PLT Surya (63 MW), PLT Biomass/Sampah (12 MW), dan PLT Bio-Fuel dengan kapasitas setara 520 ribu kilo liter. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi