KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah perlu mendapat persetujuan dari parlemen sebelum melaksanakan tukar guling aset tanah dan bangunan yang ada di Jakarta. Pasalnya, status aset tersebut merupakan barang milik negara (BMN). "Prinsipnya, jika lahan-lahan itu adalah barang milik negara, tentunya bentuk-bentuk pelepasan aset, misalnya penjualan, perlu disetujui DPR," kata analis hukum pertanahan dan properti Eddy Leks kepada Kompas.com, Kamis (8/9). Prosedur pelepasan aset, terang dia, sudah jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tepatnya, UU Perbendaharaan Negara.
Baca Juga: Cemari udara, anak usaha LTLS dapat sanksi DKI Namun untuk aturan teknis pelaksanaannya teradapat dalam peraturan pemerintah dan peraturan menteri keuangan. "Jika tidak ada persetujuan DPR harusnya tidak boleh dilepas, karena pelanggaran aturan perundang-undangan. Itu malah nanti bisa masuk ke ranah aturan terkait korupsi," kata Eddy. Selain itu dari aspek keperdataan, imbuh dia, aset berstatus BMN bisa digugat dan batal demi hukum bila seluruh prosedur tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Baca Juga: Pak Jokowi, ini empat rekomendasi teknologi keamanan canggih untuk Ibu Kota Baru Sebelumnya, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemerintah bisa mendapatkan sumber penerimaan baru dengan valuasi hingga Rp 150 triliun dengan cara ini. "Jadi ini sifatnya karena ada potensi penerimaan yang besar dari aset Jakarta, maka kita akan mengupayakan agar kerja sama pengelolaan aset di Jakarta bisa dipakai untuk membangun ibu kota baru," kata Bambang usai rapat terkait pemindahan ibu kota, di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (6/8). "Kalau bisa ditukar guling ya bisa menjadi pemasukan langsung," sambung dia.
Baca Juga: Jokowi: Selamat siang, Ibu kota negara kita akan pindah Beberapa aset tersebut meliputi gedung pemerintahan yang berada di pusat Jakarta seperti di kawasan Medan Merdeka, Thamrin, Sudirman, Kuningan, dan SCBD. Adapun skema tukar guling yang ditawarkan, pertama, dengan menyewakan gedung perkantoran kepada pihak kedua dengan tarif sesuai dengan kontrak yang ada.
Kedua, kerja sama pembentukan perusahaan yang didirikan oleh dua atau lebih entitas bisnis dalam rangka penyelenggaraan bisnis pada jangka waktu tertentu (joint venture). Ketiga, menjual langsung gedung kantor yang dimiliki ke pengembang. Keempat, sewa gedung dengan syarat pengembang mau berkontribusi dalam pembangunan ibu kota baru. (Dani Prabowo) Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "
Sebelum Tukar Guling Aset, Pemerintah Perlu Kantongi Izin DPR" Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi