Sebuah ilusi tiket murah



Sejak awal tahun ini, banyak orang berteriak harga tiket pesawat penerbangan domestik yang mahal. Tiket mahal ini juga seperti mengolok konsumen, karena harga tiket Jakarta-Bali bisa jauh lebih mahal daripada Jakarta-Singapura atau Kuala Lumpur. Isu ini sempat mereda, tapi kembali mencuat di masa libur Lebaran. Akibatnya, perjalanan orang-orang untuk mudik dan balik ke Jakarta kembali melalui transportasi darat dan laut, kembali seperti 20-an tahun lalu.

Menurut data Badan Pusat Statistik, penumpang udara domestik Januari-April 2019 turun 20,50% menjadi 24 juta. Ada penurunan penumpang sekitar 6,2 juta orang di 4 bulan pertama tahun 2019.

Sebenarnya Kementerian Perhubungan sudah memanggil perusahaan-perusahaan penerbangan dan meminta mereka menurunkan harga tiketnya. Di akhir Maret pun terbit Peraturan Menhub No 20/2019 untuk bisa menyeret turun harga-harga tiket pesawat.


Tapi peraturan itu ternyata tak cukup sakti. Pada saat maskapai-maskapai lain di Asia merasa mulai bernapas lega tahun ini karena tekanan harga bahan bakar tidak seberat tahun 2018, maskapai penerbangan kita kembali menaikkan harga tiketnya dengan alasan harga avtur. Menjelang libur Lebaran, sampai sekarang ini, harga tiket pun kembali melompat ke langit. Dan misteri mahalnya tiket pesawat masih juga belum terpecahkan.

Tak heran kalau mulai muncul dugaan adanya praktik kartel. Maklum, saat ini mayoritas perusahaan-perusahaan maskapai penerbangan negeri ini dikuasai hanya dua grup perusahaan, yaitu Garuda dan Lion.

Pemerintah pun mencoba menyelesaikan masalah itu dengan membuka keran izin usaha penerbangan kepada perusahaan penerbangan asing. Di saat yang sama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pun mulai menyelidiki dugaan kartel ini.

Entah jalan mana yang akan ditempuh pemerintah untuk menaklukkan harga tiket. Tapi, menurut saya, semua bisnis membutuhkan sistem sehat untuk berkembang. Ibarat, ikan dalam akuarium akan tumbuh sehat kalau kita bisa menyediakan pakan cukup dan membersihkan air dengan teratur. Ikan ini pun tak perlu lagi mendapatkan suntikan berbagai hormon dan vitamin mahal untuk tumbuh.

Jadi KPPU harus segera bekerja dan menjadi wasit yang tegas untuk mengadili dugaan kartel dari duopoli ini, supaya semuanya tidak hanya jadi perang mulut dan wacana di media.♦

Djumyati Partawidjajaja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi