KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah belum berhasil keluar dari tekanan dalam beberapa waktu terakhir. Sempat menyentuh Rp 13.930 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 16 Februari lalu, kini rupiah sudah berada di level Rp 14.428 per dolar AS. Artinya, secara bulanan, rupiah sudah melemah hingga 3,58%. Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual mengungkapkan, pelemahan rupiah secara umum disebabkan oleh indeks dolar yang menguat baik terhadap mata uang utama maupun mata uang
emerging markets. Salah satu pemicunya adalah perubahan ekspektasi investor dalam beberapa waktu terakhir.
Yield US Treasury yang sempat berada di 0,5% pada tahun lalu, terus beranjak naik dan sekarang ada di kisaran 1,6%. Begitupun
yield SBN 10 tahun yang sempat berada di bawah 6%, kini berada di area 6,74%.
“Hal tersebut terjadi karena ada keyakinan investor bahwa ekonomi AS mulai pulih. Vaksinasi yang terus berjalan mendorong aktivitas ekonomi ikut bergerak, tercermin dari harga-harga komoditas yang naik,” kata David kepada Kontan.co.id, Rabu (17/3).
Baca Juga: Rupiah kembali melemah ke Rp 14.428 per dolar AS pada Rabu (17/3) Dengan harga komoditas yang naik, David menyebut para importir pun semakin memperbanyak produksi mereka. Hal ini terlihat dari kenaikan impor barang baku dan barang modal di beberapa negara. Pada akhirnya, permintaan dolar AS pun meningkat. Lebih lanjut, David melihat masih ada kemungkinan pelemahan akan berlanjut. Pasalnya, periode Maret dan April merupakan musim pembayaran dividen sehingga akan kembali menggenjot permintaan dolar AS. Di satu sisi, Indonesia juga segera memasuki masa puasa dan lebaran yang membuat impor bisa melonjak. “Tapi di satu sisi, dengan harga komoditas yang menguat, ekspor komoditas Indonesia berpotensi membantu penguatan rupiah ke depan. Namun, harus dipastikan, dana ekspor tersebut masuk ke dalam negeri guna menambah valuta asing di sini,” imbuh David. Sentimen positif yang bisa membantu rupiah dinilai akan datang dari mulai rampungnya turunan peraturan omnibus law. David berharap, hal ini akan memicu
foreign direct investment (FDI) yang sempat tertunda pada tahun lalu, akan mulai masuk lagi mulai kuartal II-2021 mendatang.
Baca Juga: IHSG ditutup melemah 0,51%, ini proyeksi indeks untuk Kamis (18/3) Selain itu, David juga meyakini portofolio investor asing akan punya peranan penting dalam membuat nilai tukar rupiah menguat. Ia bilang, saat ini baik pasar saham maupun pasar obligasi lebih didorong peran investor domestik. Meskipun hal tersebut turut menjadi nilai positif, David menilai keberadaan investor asing di pasar modal masih diperlukan. Apalagi, dengan perbaikan ekonomi yang mulai berjalan, dana tersebut perlahan akan mulai mengalir.
“Mungkin yang patut diwaspadai sebagai sentimen negatif adalah mulai jatuh temponya utang-utang yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur beberapa waktu ke belakang. Tapi, jika harga komoditas masih terus naik, ekonomi juga mulai pulih, aliran valas yang masuk bisa menopang pembayaran utang tersebut,” jelasnya. Secara umum, David meyakini nilai tukar rupiah yang ideal dengan fundamentalnya adalah di kisaran Rp 14.500 per dolar AS. Menurutnya, penguatan rupiah yang sempat menembus di bawah Rp 14.000 justru
overshoot atau terlalu tinggi.
Baca Juga: Beberapa ekonom memprediksi BI akan menahan suku bunga acuan Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati