KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang tahun 2026, secercah harapan muncul bagi sektor perbankan. Terlebih, di saat perbankan mengalami banyak tekanan di tahun ini yang berdampak pada kinerja yang terus melambat. Ambil contoh, pertumbuhan kredit perbankan tahun ini bisa dipastikan sulit untuk menembus dobel digit seperti tahun-tahun sebelumnya. Per Oktober 2025 saja, penyaluran kredit perbankan secara industri hanya mampu tumbuh sekitar 7,36% secara tahunan (YoY).
Belum lagi dari sisi risiko kredit, rasio Non Performing Loan (NPL) perbankan tercatat berada di level 0,87% per September 2025, naik dari posisi September 2024 yang ada di level 0,78%. Di mana, NPL untuk sektor UMKM sudah hampir menyentuh
threshold 5%, tepatnya di 4,46% pada September 2025. Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menyadari tahun ini memang berat bagi perbankan, terlebih ketika pemerintah sedang menjalankan masa transisi. Dalam hal ini, Asmo bilang perlu banyak konsolidasi yang dilakukan oleh pemerintah di tahun pertama dan ini membuat para pengusaha masih melakukan
wait and see. Baca Juga: OJK Berencana Menghapus KBMI 1, Cek Daftarnya Nah, ia pun melihat seharusnya di tahun kedua pemerintahan Prabowo Subianto, segala konsolidasi itu sudah beres. Artinya, pengusaha tak perlu lagi khawatir untuk melakukan ekspansi yang tentunya akan berdampak pula bagi kinerja perbankan. “Di semester 2 ini saja sudah ada kejelasan dari arah kebijakan pemerintah, seharusnya memasuki tahun 2026 itu menjadi dorongan tersendiri,” ujar Asmo. Dalam hal ini, Asmo menyoroti dua mesin utama kredit perbankan yang di tahun ini melambat yaitu segmen UMKM dan konsumer. Kalau UMKM sendiri, Asmo bilang memang ada tantangan terkait kualitas aset yang meningkat. Sementara, untuk segmen konsumer terjadi karena ada pelemahan daya beli dari masyarakat kelas menengah. “Kalau kita bayangkan program pemerintah bisa jalan dan mendorong penciptaan lapangan kerja, memperkuat kelas menengah, tentu saja kita akan melihat segmen yang sekarang berjalan pelan bisa bergerak relatif lebih cepat lagi,” tambahnya. Untuk tahun ini, Asmo pun melihat pertumbuhan kredit kemungkinan akan ada di kisaran
high single digit, tepatnya sekitar 8,75% YoY. Sementara, untuk tahun depan, Asmo memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan bisa naik 9,9% YoY. Optimisme serupa juga terjadi di industri perbankan syariah untuk tahun depan. Meskipun, kinerja perbankan syariah di tahun ini sejatinya lebih baik jika dibandingkan industri perbankan secara menyeluruh. Maklum, perbankan syariah sedang dalam fase pertumbuhan dengan ruang ekspansi yang lebih besar.
Baca Juga: Aksi Merger Asuransi Berpotensi Marak, Praktik Due Diligence Mesti Diperkuat Kepala Ekonom BSI Banjaran S. Indrastomo memproyeksikan hingga akhir tahun ini, pembiayaan perbankan syariah bisa tumbuh 10,27% YoY. Di mana, angka tersebut akan meningkat di tahun dengan proyeksi pertumbuhan pembiayaannya mencapai 11,89%. Banjaran bilang saat ini psikologis dari para pengusaha seharusnya sudah memahami arah kebijakan dari pemerintahan yang saat ini. Menurutnya, ini menjadi peluang bagi perbankan untuk memanfaatkan momentum tersebut. Ia menyadari selama tahun ini memang ada kebingungan di kalangan pengusaha, terlebih kepada apa yang mau digenjot oleh pemerintah yang sekarang. Mengingat, selama sepuluh tahun belakang, sektor infrastruktur lah yang banyak di dorong. “Kalau sekarang kan jelas bahwa dorongan ketahanan pangan yang menjadi kunci, pada akhirnya banyak daerah yang mulai bertransformasi untuk menggenjot sektor pertanian dan manufaktur,” jelasnya. Di perbankan syariah sendiri, Banjaran memiliki tantangan yang cukup berbeda di mana banyak bergantung pada segmen konsumer. Menurutnya, perbankan syariah mulai menggali potensi untuk mengajak pengusaha-pengusaha dengan mengutilisasi keunikan dari keuangan syariah itu sendiri.
Baca Juga: BTN Telah Salurkan Kredit Program Perumahan Hingga Rp 1,3 Triliun “Bagaimana kita masuk ke pengusaha-pengusaha untuk membangun ekosistem yang sudah kita miliki juga,” jelasnya.
Ia pun menegaskan dengan kebijakan yang tepat dan pemanfaatan penuh potensi ekonomi syariah, Indonesia tidak hanya bisa bertahan, tetapi juga melompat ke level pertumbuhan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News