KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur PT Kideco Jaya Agung Dayan Hadipranowo menjelaskan operasi perusahaan tetap berlangsung meskipun kini tengah bersengketa dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). "Kita tetap beroperasi seperti biasa," katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (3/8) di kantor Kideco. Padahal, sengketa BKPM dengan Kideco terkait rilisnya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang melarang Kideco menjalankan kegiatan usahanya sebelum perusahaan menuntaskan, tata batas areal kerja, kegiatan persiapan berupa pembangunan
base camp sementara, hingga pengukuran sarana prasarana. Dalam ketentuan IPPKH, Kideco diberi waktu satu tahun untuk menyelesaikan hal-hal tersebut.
Nah IPPKH ini yang jadi objek sengketa Kideco ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 156/G/2018/PTUN-JKT pada 28 Juni 2018 ini dilakukan Kideco lantaran BKPM secara sepihak menerbitkan Surat Keputusan BKPM no 5/1/IPPKH/PMA/2018 pada 2 April 2018. Surat tersebut terkait Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan operasi produksi batubara dan sarana penunjang milik Kideco seluas 11,975 hektare pada kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Tetap di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. "Padahal perusahaan telah beroperasi sejak 1992, melalui Perjanjian Pinjam Pakai Hutan (PPKH) selama 30 tahun, dan baru akan berakhir 2022 mendatang. Tapi pada 2 April 2018 lalu, tanpa permohonan apapun dari perusahaan, BKPM mengeluarkan IPPKH yang membatalkan PPPKH sepihak," sambung Dayan. Sementara kuasa hukum Kideco Arfidea Saraswati dsri kantor hukum AKSET bilang, operasi Kideco tetap berjalan lantaran ia menilai PPPKH sejatinya masih berlaku. "Penerbitan IPPKH bertentangan dengan beberapa regulasi, pun dalam Permenhut 50/2016 diatur bahwa PPPKH yang masih berlaku akan tetap diakui sampai jangka waktu berakhir, dan IPPKH hanya dapat diberikan berdasarkan permohonan," katanya dalam kesempatan yang sama. Operasi Kideco juga tetap berlanjut lantaran, anak usaha PT Indika Energy Tbk (INDY) ini merupakan salah satu produsen batubara terbesar di Indonesia. Pada 2017 saja produksi Kideco mencapai 32 juta ton. Terlebih kata Dayan, perusahaan juga punya kewajiban untuk menyediakan 25% produksinya untuk kebutuhan domestik. Dari data produksi Kideco, diketahui pada 2017 ada 9,9 juta ton batubara produksi Kideco yang disuplai untuk kebutuhan domestik.
"Kita juga banyak suplai ke PLN, kalau sampai terhenti pasti pasokan listrik PLN juga akan terganggu," jelas Dayan. Tak hanya dari aspek produksi, terhentinya operasi Kideco disebut Dayan juga bisa menganggu penerimaan negara. Sebab, Kideco musti memberikan royalti kepada negara sebesar 13,5% atas produksi batubaranya sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pun ada pula ketentuan pajak penghasilan (
corporate income tax) sebesar 40% dari profit Kideco pertahunnya. "Padahal membuat tata batas, dan ketentuan-ketentuan yang dimaksud butuh waktu panjang, sementara kita telah beroperasi sejak 1992 dan baru akan berakhir pada 2022," jelas Dayan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto