KONTAN.CO.ID - Selain menjadi bumbu penting dalam olahan
salted egg, daun kari juga sering digunakan sebagai bumbu penyedap alami untuk sejumlah masakan, seperti gulai, ayam tangkap dan olahan kuah kari. Sebagian besar kuliner tradisional Melayu juga mengandalkan daun kari sebagai bumbunya. Permintaan daun kari pun terus meningkat selama beberapa terakhir ini. Muhammad Fadhulrahman pun membudidayakan kari sejak tahun lalu di Aceh. Permintaan daun kari terutama datang dari Pulau Jawa. Sebagian besar pelanggan Alul, sapaan akrab Fadhulrahman berasal dari Jakarta, Bogor, Yogya, Sragen, Klaten, Solo dan Bandung. “Kebanyakan bukan untuk masakan gulai, tapi
salted egg. Apalagi kalau yang dari Jakarta pasti untuk masak
salted egg,” ungkapnya sambil tertawa.
Lewat akun Instagram @daunkariaceh, Alul menjual daun kari sekaligus bibit tanaman daun kari. Daun kari seberat 500 gram dibanderol Rp 45.000, sedangkan untuk berat satu kilogram (kg) daun kari dibanderol Rp 80.000. Harga bibit tanaman daun kari ukuran 40 – 60 centimeter (cm) dibanderol mulai Rp 40.000. “Harga bibit ini juga tergantung tingginya. Makin tinggi, harganya juga mengikutilah,” ucapnya. Dalam sebulan, Alul biasanya bisa mengirim 25 – 40 kg daun kari. Sedangkan untuk permintaan bibit sekitar 50 bibit keluar setiap bulannya. Pelanggan Alul tak hanya datang dari pulau Jawa, ada juga dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi dan Bali. Yang jelas jika ada konsumen dari Aceh sendiri, Alul tidak memasang tarif. “Saya memang tidak jual khusus di sekitar Aceh. Kalau orang sini ada yang butuh, datang saja ke rumah dan ambil sendiri. Gratislah, saya tidak patok harga, kecuali kalau butuhnya banyak sekali, lebih dari dua kilo, baru ada harga, tapi ya tidak mahal,” tuturnya. Meningkatnya peminat tanaman kari juga diakui oleh Simon Pattiasina, pembudidaya daun kari asal Parung Panjang, Kabupaten Bogor. Ia membanderol bibit tanaman kari dengan harga yang bervariasi, yakni mulai Rp 35.000 – Rp 75.000 per bibit, tergantung tingginya. “Saya jual bibit mulai ukuran 20 centimeter seharga Rp 35.000. Yang paling tinggi ada 70 - 80 cm,” ujar Simon. Tak hanya menjual bibit, ia juga menjual daun kari yang dibanderol Rp 10.000 per 100 gram. Dalam sebulan ia bisa menjual sampai 30 kilogram (kg) daun kari dan sekitar 40 bibit tanaman daun kari. Pelanggan Simon sebagian besar datang dari Jakarta, Bogor, Bekasi, Depok, Tangerang dan Bandung. “Kebanyakan para pelanggan itu membeli daun kari dibanding bibitnya. Biasanya mereka beli langsung satu sampai tiga kilogram. Tentu saya beri harga khusus kalau belinya banyak,” tuturnya. Tumbuh di dataran rendah, kari butuh sinar matahari Tanaman daun kari yang masuk dalam
family Rutaceae memang merupakan tanaman aromatik seperti basil,
thyme dan
rosemary. Penggunaan daun kari awalnya populer di sekitar India dan Srilanka untuk mengolah kuliner khas negara tersebut. Seiring berjalannya waktu, daun kari juga banyak dipakai untuk kuliner Melayu. Muhammad Fadhulrahman, pembudidaya kari asal Aceh mengatakan, tanaman tersebut dulunya sangat mudah ditemukan di seluruh wilayah Aceh, termasuk Banda Aceh. Bahkan tiap rumah minimal memiliki satu pohon kari di halamannya. Alul, begitu Fadhulrahman akrab disebut, menjelaskan jika tanaman daun kari ini cocok tumbuh di dataran rendah. Pohonnya kuat terhadap pergantian cuaca. Kebutuhan airnya sangat kuat. "Bentuk dan warna daun kari jadi lebih bagus dan segar saat musim hujan. Semakin banyak asupan airnya, tanamannya juga makin segar," kata Alul. Jadi saat berbentuk bibit, tanaman kari harus rutin disiram dua kali sehari. Saat mulai tumbuh besar, pohon juga harus cukup terpapar cahaya matahari. Sebab, warna daun akan pudar jika kekurangan cahaya matahari. Teksturnya pun jadi lembek dan layu. "Selain itu, hama utama daun kari ini adalah serangan ulat bulu dan serangga pemakan daun," tandasnya. Simon Pattiasina, pembudidaya daun kari asal Parung Panjang, Kabupaten Bogor juga menjelaskan, perawatan krusial tanaman kari adalah saat masih berukuran di bawah 20 cm. Pada saat tersebut, bibit daun kari harus dirawat maksimal, rutin penyiraman dan pemupukan. "Tanaman kari siap petik saat sudah mencapai tinggi lebih dari semeter. "Saat tingginya sudah mencapai semeter, tanaman juga harus rajin dipangkas agar daunnya makin subur," jelas Simon.
Ia juga mengatakan, tunas baru dari daun kari akan muncul dalam waktu cukup lama, yakni sekitar 1 - 2 bulan. Jadi, jika membutuhkan banyak pasokan daun kari, disarankan menunggu pohonnya hingga cukup besar untuk berproduksi. "Butuh waktu sekitar 2 tahun sampai pohonnya cukup kuat dan daunnya lebat untuk dipanen," ujarnya. Satu pohon besar kari bisa menghasilkan sampai 10 kilogram (kg) daun kari dalam satu kali panen. Baik Alul maupun Simon sama-sama memperbanyak bibit langsung dari biji buah kari. Buah kari yang jarang dikonsumsi ini ternyata bijinya bisa dimanfaatkan untuk memperbanyak tanaman yang juga sering disebut salam koja ini. Menurut Alul, bibit tanaman kari yang berasal dari bijinya langsung punya ketahanan yang lebih baik dibanding dengan teknik perbanyakan lainnya. Sebenarnya bisa juga memperbanyak kari dengan cara cangkok, tapi nanti hasilnya tidak sekuat bibit yang disemai langsung dari bijinya. Tanaman bernama ilmiah Murraya Koenigii ini sebaiknya diberikan pupuk alami karena daunnya rutin dikonsumsi untuk bumbu masakan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Johana K.