KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki musim hujan, ada satu makanan yang menjadi incaran banyak orang. Apalagi kalau bukan soto. Makanan berkuah hangat, baik itu bening atau bersantan dengan daging ayam atau sapi, seolah menjadi menu makanan yang pas saat musim hujan yang dingin. Berkat faktor itulah yang membuat makanan tradisional tersebut menjadi salah satu makanan favorit banyak orang. Potensi itu pula yang membuat banyak pebisnis yang terjun ke bisnis gerai makanan soto. Kalau diperhatikan, gerai makanan soto ini hampir ada di setiap komplek perumahan, jalan raya hingga ke pusat belanja. Nah, salah satu langkah pebisnis kedai menu soto untuk memperlebar ekspansi lewat cara kemitraan usaha. KONTAN sendiri pernah mengulas kemitraan gerai soto ini satu tahun yang lalu. Nah, seperti apa potensi bisnis dari kemitraan soto tersebut, berikut penjelasaan singkat dari tiga tawaran kemitraan gerai makanan soto.
Soto Mbok Roes
Salah satu pemain adalah Nanik Suharsi. Ia mendirikan Soto Bening Boyolali Mbok Roes di Ampel, Boyolali, Jawa Tengah tahun 1999. Usaha soto tersebut dikembangkan oleh sang menantu Adianto Nugroho dan sejak akhir tahun 2013 mulai menawarkan kemitraan usaha.
Saat diulas KONTAN pada September 2016, Soto Bening Mbok Roes sudah memiliki enam gerai di Boyolali, Pati, Bandung, dan Sukoharjo. Dua tahun berjalan, kedai ini berkembang menjadi 11 gerai.
Adi mengatakan, selama dua tahun ada tambahan lima gerai mitra di Salatiga, Prambanan, Klaten, dan Semarang. "Dalam waktu dekat, kami juga akan membuka gerai di Ngawi, Jawa Timur. Saat ini sedang dalam proses," ungkapnya ke KONTAN.
Ada perubahan paket investasi yang ditawarkannya. Jika semula Adi menawarkan dua paket investasi, yakni paket Rp 50 juta dan paket Rp 100 juta, sejak tahun lalu ia hanya menawarkan satu paket kemitraan yang bernilai Rp 25 juta.
Dengan modal tersebut, mitra usaha bakal mendapat fasilitas gerobak, peralatan masak lengkap, pelatihan pegawai, kerjasama promosi serta bahan baku awal untuk dua hari saja.
Ia sengaja menurunkan nilai investasi untuk memudahkan mitra dari Luar Jawa memperoleh bumbu. Di samping itu, cara ini juga untuk menggaet lebih banyak lagi mitra.
Dengan nilai investasi Rp 25 juta, mitra usaha akan mendapat pelatihan dan resep membuat soto bening Boyolali, pelatihan bumbu, pengajaran sistem bisnis, dan pendampingan dalam menjalankan usaha. Bahan baku lain bisa dibeli di luar, namun bumbu harus sesuai dengan resep soto bening Boyolali.
Mitra pun tidak dikenakan biaya royalti. Adi menyebutkan, mitra yang sudah menjalankan usaha bisa meraup omzet rata-rata sekitar Rp 2 juta per hari atau sekitar Rp 60 juta per bulan.
Ia menjual soto per porsinya sesuai dengan lokasi dan pasar di sekitar gerai mitra. Khusus untuk di daerah Boyolali saja, ia mematok harga soto bening tersebut sebesar Rp 7.000 per porsi.
Soal kendala yang masih ia hadapi hingga kini untuk mengembangkan soto bening tersebut adalah harga bahan baku. Terutama bahan baku utama seperti ayam kampung yang sering fluktuatif membuatnya bingung menentukan kisaran harga jual. Untuk membuat stok ayam kampung terjaga, Adi mencari pemasok bahan baku lebih dari satu pemasok.
Pebisnis soto yang lain yakni Slamet Riyanto, menawarkan kemitraan Soto Semarang Slamet Ragil. Ia menyatakan hingga kini sudah menggaet sebanyak 117 mitra. Gerai mitra yang terbaru sudah beroperasi pada November ini yang berlokasi di Sentolo, Kulon Progo.
Tak hanya itu, pada Desember nanti, bakal ada satu mitra lagi yang bergabung di kemitraan usahanya. "Mitra kami yang baru akan membuka gerai di Cikarang, jadi sudah deal. Mereka tinggal membuka saja gerainya menjadi gerai mitra usaha kami yang ke 118" katanya kepada KONTAN.
Soto Semarang Slamet Ragil hanya menawarkan satu paket kemitraan usaha senilai Rp 7 juta untuk di Pulau Jawa, dan Rp 8 Juta untuk di Luar Pulau jawa dengan tiga menu saja yakni Spesial Soto Semarang, Kupat Tahu Magelang dan Tahu Gimbal Semarang.
Sejauh ini, tidak ada perubahan harga dari tiga menu khusus andalan Soto Semarang Slamet Ragil. Harga masing-masing menu mulai dari Rp 8.000-Rp 15.000 per porsi, baik itu untuk gerai di Jawa maupun di Luar Jawa. "Untuk harga saya tidak mematok, kalau di Jawa bahkan harga per porsi itu di bawah Rp 10.000. Harga bisa ditentukan berdasarkan kondisi masing-masing daerah tempat si mitra," jelasnya.
Hingga saat ini, mitra Soto Slamet Ragil sudah tersebar di Jakarta, Bogor, Bekasi, serta sejumlah kota di Jawa Tengah, Jawa Jawa Barat. Ada juga mitranya yang membuka gerai di Papua Barat.
Menurutnya, menjadi mitra Soto Slamet Ragil tergolong mudah. Yakni hanya wajib membeli bumbu inti tiga menu tersebut dari pusat. "Tidak ada pungutan royalty fee dan franchise fee, mereka sudah dapat semua, termasuk brand saya seumur hidup plus training gratis," katanya.
Dengan kemudahan yang ia tawarkan, ia menargetkan, tahun depan bisa menggaet setidaknya satu mitra baru per bulan. Artinya, sepanjang tahun 2019, ia membidik sebanyak 12 mitra yang bergabung dalam kemitraan usaha Soto Slamet Ragil.
Ia menyatakan sudah menyiapkan jika ada mitra yang lokasinya jauh dari pihak pusat. Kalau perlu bakal datang langsung ke lokasi hingga tahap pembukaan.
Soto Wong Kudus
Pemain lain kedai soto yaitu Jalal Jalil, pemilik Soto Kudus Wong Kudus. Saat diwawancarai KONTAN tahun lalu, mitra usaha Soto Wong Kudus sebanyak 25 mitra.
Nah, saat ini total jumlah outlet Soto Wong Kudus mencapai 64 gerai. Dari jumlah itu, gerai milik mencapai 40 outlet, sementara 24 outlet milik pribadi. Kedai Soto Wong Kudus tersebar di Semarang, Malang, Padang, Jakarta, Makassar, dan Pekan Baru, serta sejumlah kota di Jawa Barat.
Soto Kudus Wong Kudus berdiri tahun 2005 dan mulai menawarkan kemitraan pada 2012 lalu. Kini, paket investasi yang ditawarkan adalah membeli hak paten selama dua tahun, senilai Rp 200 juta.
Dengan sistem kerjasama tersebut, sekitar 80% dari laba bersih setiap gerai mitra menjadi bagian mitra. Sementara 20% selebihnya menjadi bagian Wong Kudus pusat.
Skema bagi hasil tersebut berlaku selama dua tahun. Setelah masa kerjasama habis, mitra wajib memperpanjang kerjasama lagi.
Untuk urusan menu, hingga kini belum ada yang berubah. Sedangkan dari sisi harga, ia membanderol menu soto di Wong Kudus mulai dari Rp 15.000 per porsi untuk menu soto saja, Rp 23.000 dengan tambahan ayam, dan
Rp 25.000 per porsi untuk menu garang asam.
Dengan patokan harga tersebut, ia mengklaim, tahun ini diproyeksikan bisa mengalami pertumbuhan pendapatan hingga 30% dibanding dengan tahun lalu. Untuk mencapai target bisnis, pihak pusat akan gencar berpromosi dan melancarkan strategi pemasaran. Mulai dari menyebar brosur, bertandang ke perkantoran untuk mengenalkan diri dan strategi lainnya.
Strategi itu akan dijalankan pusat lantaran para mitra acap kurang optimal menjalankan program pemasaran. "Itu menjadi kendala menjalankan bisnis ini," kata Jalal.
Namun, ia menyarankan supaya para pebisnis tidak terlalu terlena dengan kondisi tersebut. Justru para pebisnis harus terus melakukan inovasi bisnis. "Di tengah persaingan bisnis yang ketat para pengusaha harus bisa membuat ciri khas tersendiri," tuturnya kepada KONTAN.
Artinya, para pebisnis makanan soto harus betul-betul membuat cita rasa tersendiri yang lain daripada yang lain. Sebab, setiap orang, apalagi yang punya hobi memasak pasti bisa meracik makanan soto. Mulai dari jenis soto Kudus, Lamongan hingga yang lainnya.
Selain membuat menu soto yang khas, ia menyarankan agar pebisnis tidak meremehkan mengenai tampilan dari menu yang terbilang sederhana tersebut. Justru dengan menunjukkan tampilan seperti restoran kelas mahal, bisa membuat konsumen tertarik untuk datang kembali. Dan siapa tahu, si konsumen akan memotret menu soto tersebut dan mejeng di media sosial.
Langkah lain yang tidak kalah penting adalah tempat gerai soto. Jangan samakan gerai soto dengan gerai soto pinggir jalan yang mengandalkan tenda. Justru para pebisnis harus berani memberi dekorasi yang optimal sebagai nilai tambah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News