Sederet agenda bisnis strategis Medco Energi



JAKARTA. PT Medco Energi Internasional Tbk sedang ekspansif mengembangan beragam lini bisnis. Perusahaan ini menyiapkan sejumlah strategi agar bisa terus bertumbuh dari tahun ke tahun.

Sebagai catatan, perusahaan berkode saham MEDC di Bursa Efek Indonesia tersebut, tahun lalu, mencatatkan kenaikan pendapatan 4,3% dari sebelumnya US$ 575,27 juta menjadi US$ 600,35 juta. Kondisi ini juga diikuti dengan kenaikan laba bersih atawa bottom line melonjak sebesar US$ 187,05 juta, dibandingkan tahun sebelumnya yang masih mengalami rugi US$ 186,17 juta.

Hilmi Panigoro, Presiden Direktur MEDC menyebut, pada bisnis migas, Medco tengah menyelesaikan fasilitas produksi gas Blok A di Aceh. Fasilitas produksi itu akan mampu memenuhi pasokan gas 63 billion british thermal unit per day (BBTUD).


Selain itu, gas dari lapangan itu akan dialirkan memalui pipa Pertamina Arun Belawan, untuk kepentingan industri pupuk dan juga kelistrikan yang terletak di wilayah Aceh dan Sumatra Utara.

"Yang jelas, yang tahun ini sedang jalan adalah membangun fasilitas produksi gas di Aceh. Itu yang lagi jalan, itu sudah 40%, insya Allah akan onstream (berproduksi) pada kuartal I -2018," ujarnya kepada KONTAN, Jumat (9/4).

Selain itu, MEDC juga akan mengembangkan ladang migas Blok B Laut Natuna Selatan. Perusahaan ini baru saja membeli 35% saham blok itu dari Inpex Corp.

Dalam aksi itu, MEDC merogoh kocek US$ 167 juta yang proses akuisisinya tuntas pada Mei 2017. Saat ini Medco memiliki 75% saham di blok ini, sementara 25% milik Chevron. "Kami akan mengebor pada kuartal III tahun ini," ujarnya.

Kata Hilmi, untuk pengembangan di sektor energi, MEDC baru saja meneken perjanjian jual beli listrik PLTGU Riau berkapasitas 275 MW. Sebelumnya MEDC mengoperasikan PLTP Sarulla Unit 1 berkapasitas 110 MW dan akan menjadi 330 MW.

Selain PLTGU dan PLTP, Medco juga masih mengembangkan pembangkit berbasis air, namun dirinya mengatakan pengembangan masih berskala kecil yang tersebar di beberapa daerah.

Adapun untuk bisnis tambang, kini perusahaan juga akan fokus menggarap Blok Elang, sebab Batu Hijau sudah memasuki tahap ketujuh alias mulai menipis. Dia menyatakan ke depan belum menentukan akan membangun entitas usaha baru untuk pengembangan Blok Elang.

Pertimbangannya adalah Blok Elang masih termasuk dalam konsesi yang kini dikelola oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara, yang sebelumnya bernama PT Newmont Nusa Tenggara (NNT).

Hanya Hilmi belum bisa memerinci rencana pengembangannya karena masih dalam tahap kajian internal di tingkat manajemen.

Rencana lain, lanjut Hilmi ke depan akan mencatatkan saham atawa initial public offering (IPO) Amman Mineral ke bursa. Hanya ia belum bisa memerinci kapan. "IPO itu merupakan salah satu rencana, dan itu bagian studi yang sedang kami lakukan sekarang," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini