Segarnya Potensi Budidaya Anggur Dataran Rendah



IPTEK & KesehatanAnggur Probolinggo yang merupakan jenis anggur hasil persilangan bibit lokal dan bibit luar negeri saat ini menjadi favorit para pembudidaya anggur. Pasalnya, tanaman ini bisa tumbuh di dataran rendah dengan ketinggian 300 dpl. Sayang, perawatan tanaman ini tergolong sulit dan rumit. Untuk sementara ini, pamor anggur lokal memang belum seterang anggur impor. Walhasil, harga jual anggur lokal belum semahal anggur impor. Demikian juga rasanya. Tetapi, kini ada banyak pembudidaya anggur di Indonesia yang menyilangkan bibit lokal dan bibit anggur luar negeri. Hasilnya, tercipta jenis anggur lokal baru yang kualitasnya tak kalah dengan anggur impor. Salah satu anggur varietas baru adalah anggur Probolinggo Biru. Tanaman anggur ini merupakan hasil percampuran antara  bibit anggur lokal dengan bibit anggur dari Australia, Prancis, dan Armenia. Secara fisik, buah tanaman ini berwarna hijau kekuningan. Kulit buahnya tipis. Rasanya rasa manis dan segar. Selain itu, daging buahnya juga tebal.  Menurut Abror Yudi Prabowo, pengusaha tanaman komersiil dari PT Natural Nusantara di Yogyakarta, jenis anggur Probolinggo Biru ini masuk ke famili tanaman Vitis vinifera. Tanaman ini mampu tumbuh di dataran rendah dengan ketinggian 300 di atas permukaan laut (dpl). "Syaratnya, iklim lahan tanam harus kering," ujarnya. Jenis anggur Probolinggo Biru sendiri merupakan jenis anggur yang direkomendasikan oleh Departemen Pertanian sebagai jenis unggul Vitis vinifera. Karena itu, populasi pembudidayanya sudah banyak. "Selain itu, masih ada jenis bibit anggur Alphonso Lavalle,  Gross Collman, Probolinggo Putih, Isabella, Delaware, Chifung dan Australia yang juga dianjurkan," imbuhnya. Jenis anggur Probolinggo Biru ini sebenarnya mempunyai prospek yang bagus di pasaran. Harga jualnya mencapai Rp 30.000 per kilogram jika masuk ke pusat perbelanjaan atau supermarket modern. Sayangnya, jenis anggur ini punya satu kelemahan. Yaitu, budidayanya terbilang rumit dan sulit. Hal ini dialami oleh Sangkala Pawakka, pengusaha budidaya anggur asal Makassar, Sulawesi Selatan. Sangkala sendiri sudah membudidayakan aneka jenis anggur sejak beberapa tahun silam. Kini, ia mencoba membudidayakan jenis Probolinggo Biru. Ia membeli bibit anggur Probolinggo Biru dari Jawa sebanyak 100 pohon. "Harga per bibit antara Rp 5.000 hingga Rp 100.000," ujarnya. Ia bilang, nilai investasi awal untuk membuka kebun anggur bisa berkisar Rp 150 juta per satu hektare kebun anggur. Sementara lahan minimal anggur rata-rata dua hektare. "Sebagian dana habis untuk membangun para-para yang berupa pagar untuk media perambat tanaman anggur," ujarnya. Pertama kali menanam Probolinggo Biru, Sangkala harus merugi lantaran tanamannya terkena serangan kutu phylloxera. Kutu ini menghisap cairan akar dan daun. Akibatnya, akan muncul banyak bisul kecil seperti kutil pada daun. Sementara pada akar akan terlihat pembengkakan. "Jika kena hama ini, tanaman anggur akan tumbuh kerdil, layu, dan buahnya sedikit," tukas Sangkala. Namun, sebenarnya ada cara untuk mengendalikan masalah kutu tersebut. Yakni, dengan cara pemangkasan tanaman yang terserang hama. Tanaman yang terserang juga harus dibakar. "Hama sebenarnya bisa diatasi jika pembudidaya rajin merawat anggurnya," tukas Sangkala. Sayang, rata-rata pekebun anggur kesulitan menemukan pegawai yang benar-benar paham cara merawat anggur. Ujungnya, panenannya tak sesukses anggur impor. Nah, jika dirawat dengan baik, anggur Probolinggo Biru ini akan berbuah dalam waktu 2,5 tahun. Pada waktu panen, hasil produksinya bisa mencapai 10 ton per dua hektare lahan. BRITAIN/WINE-CLIMATEAnggur lokal, terutama jenis probolinggo biru, sebenarnya cukup diminati di pasaran. Anggur hasil persilangan bibit lokal dengan bibit anggur Australia, Prancis, dan Armenia tersebut mempunyai tekstur dan rasa daging buah yang mirip dengan anggur impor. Buah anggur sendiri mempunyai prestise tinggi di masyarakat sebagai buah mewah karena harganya yang mahal. Tapi, harga jual anggur probolinggo biru lumayan miring bila dibandingkan dengan harga anggur impor. Harga anggur impor terendah Rp 30.000 per kilogram. Sementara, harga satu kilogram anggur probolinggo biru bisa dibanderol mencapai Rp 25.000 di pasar tradisional atau sampai Rp 30.000 di supermarket khusus dengan kemasan yang baik. Menurut penuturan Jony Riyanto, salah satu petani anggur asal Yogyakarta, sekitar 70% pasar anggur nasional masih dikuasai anggur impor. Sisanya diisi oleh anggur lokal seperti probolinggo biru, alphonso lavalle, gross collman, probolinggo putih, isabella, delaware, chifung, dan australia. "Jadi, peluang anggur lokal sebenarnya masih besar," ujarnya. Hal ini diamini oleh Sangkala Pawakka, pembudidaya anggur dari Makassar, Sulawesi Selatan. Ia bilang, rata-rata pedagang anggur bisa menikmati keuntungan yang besar. Tengok saja, harga jual anggur Probolinggo Biru ini dari tingkat petani ke pedagang hanya berkisar Rp 10.000 per kilogram. Sampai di tangan pedagang pasar tradisional, bisa dijual sampai Rp 25.000 per kilogram. "Selisih harganya lumayan besar," ujarnya. Sayangnya, budidaya anggur probolinggo biru yang rasanya renyah dan manis ini masih terbatas. Para petani tanaman buah komersial masih enggan menanamnya. Hal ini karena biaya investasi untuk memulai bisnis budidaya anggur juga tidak kecil dan risiko kerugiannya juga tinggi. Sementara, dukungan permodalan dari perbankan  belum ada pula. Untuk lahan seluas dua hektare, butuh modal sekitar Rp 300 juta. "Biaya terbesar, selain untuk para-para sebagai media rambat, juga untuk pupuk dan tenaga kerja," ujar Jony. Maklum, tanaman anggur probolinggo merupakan tanaman yang lumayan susah perawatannya. Untuk menghasilkan 10 ton buah sekali panen, butuh sekitar 5 ton pupuk per hektar. "Hitungan kasarnya, sekali musim tanam memakan biaya Rp 20 juta, sudah termasuk biaya untuk tenaga packing-nya," ujar Jony. Dalam setahun, Jony bisa melakukan tiga kali panen. Sekali panen, Jony hanya bisa meraup keuntungan bersih Rp 20 juta saja. "Keuntungan masih kecil lantaran penjualannya juga terbatas," kilah Jony. Memang, Jony tidak hanya memasarkan panenannya ke pasar tradisional. Tapi, juga sudah merambah ke beberapa supermarket. Toh, ia masih mengaku kewalahan memenuhi permintaan pasar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Uji Agung Santosa