Segudang masalah hambat peringkat investasi



JAKARTA. Peringkat laik investasi bagi Indonesia yang diberikan oleh lembaga pemeringkat internasional,  S&P, Moody`s Investor Service dan Fitch Ratings masih belum cukup menjadi bumbu penyedap untuk mengundang investor. Berdasarkan hasil identifikasi pemerintah, masih banyak ganjalan yang harus mereka selesaikan agar perbaikan peringkat tersebut berdampak besar bagi investasi. Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengatakan, dalam rapat terbatas internal yang dipimpin langsung Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Selasa (20/6) lalu, Presiden menyodorkan banyak masalah penghambat investasi kepada para menterinya. Masalah tersebut dihimpun berdasarkan masukan dan keluhan investor. Tapi, dari banyak masalah tersebut baru enam yang secara jelas dibuka dan dibahas dalam rapat tersebut. Pertama, berkaitan dengan daftar negatif investasi. Presiden memandang walau pemerintahannya beberapa waktu lalu sudah merevisi daftar negatif investasi, tapi investasi asing masih kalah jika dibanding investasi asing di negara tetangga. Kedua, berkaitan dengan investasi di sektor energi terbarukan yang tarifnya listriknya terlalu rendah sehingga investor enggan masuk. Masalah ketiga, berkaitan dengan aturan halal yang membuat takut investor. Keempat, izin pelatih atau trainer sekolah kejuruan yang masih rumit.

Sofyan Djalil, Manteri Agraria dan Tata Ruang, mengatakan, selain masalah tersebut,  investasi asing juga terganjal oleh Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) bagi tenaga kerja asing. "Untuk KITAS ini banyak ahli asing mau buat pabrik di sini, tapi karena masalah itu terhambat," katanya kepada Kontan pekan lalu. Basuki mengatakan, Presiden Jokowi telah memerintahkan Wakil Presiden, Jusuf Kalla untuk menindaklanjuti permasalahan-permasalahan tersebut. Sementara itu berkaitan dengan daftar negatif investasi, Darmin Nasution mengatakan, pemerintah akan kembali merevisi daftar bidang usaha yang bisa dibuka untuk asing. Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan ingin agar dalam revisi tersebut, keleluasaan asing dalam pengelolaan bandara yang selama ini dibatasi, bisa dibuka. "Untuk terminal misalnya, harapannya nanti bisa mayoritas," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan