Sejak awal tahun, rupiah melemah terhadap sebagian besar mata uang asing



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) belakangan menjadi perhatian. Bank Indonesia pun turut mengontrol secara ketat agar rupiah tidak turun melampaui nilai fundamentalnya. Sejak awal tahun, rupiah tercatat sudah turun 1,82% hingga hari ini, Kamis (21/3) di level Rp 13.761 per dollar AS.

Namun, tak cuma terhadap dollar AS, rupiah rupanya juga lesu di hadapan mata uang lainnya. Ambil contoh, nilai tukar rupiah terhadap mata uang utama dunia lain seperti euro secara year to date (ytd) sudah turun 3,89%.

Sementara, terhadap poundsterling rupiah melemah 5,66% ytd. Adapun, penurunan yang cukup dalam terjadi pada nilai tukar rupiah terhadap yen yaitu sebesar 7,34% ytd.


Begitu pun terhadap mata uang negeri tetangga, seperti dollar Singapura. Pasangan SGD/IDR sejak awal tahun sudah turun 3,19%. Di hadapan ringgit Malaysia, rupiah juga loyo dan tercatat melemah 4,26% ytd.

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, melihat pelemahan rupiah terhadap sebagian besar mata uang utama dunia lainnya utamanya dipengaruhi sentimen eksternal dari AS. Di tengah tingginya ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve, rupiah merupakan salah satu mata uang yang paling terdepresiasi terhadap dollar, di samping rupee India dan peso Filipina.

"Sementara, mata uang utama lain dan juga mata uang negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, cenderung lebih stabil terhadap dollar AS. Itulah kenapa rupiah jadi lemah terhadap mereka," ujar Josua (21/3).

Lihat saja, nilai tukar dollar AS justru melemah terhadap ringgit Malaysia hingga 2,39% ytd. Begitu juga terhadap dollar Singapura, turun 0,77% ytd.

Selain sentimen naiknya suku bunga The Fed, kondisi fundamental perekonomian negara-negara tersebut juga ikut menekan rupiah. Analis Monex Investindo Putu Agus Prasuanmitra, menjelaskan, sejak awal tahun mulai terlihat bank sentral sejumlah negara memberi sinyal pengetatan kebijakan moneter.

Tengok Inggris, data-data perekonomian yang membaik kian membuat pasar berharap Bank Sentral Inggris (BoE) akan mengerek suku bunga acuan pada Mei mendatang. Begitu pun dengan Bank Sentral Uni Eropa (ECB) yang diproyeksi akan menghentikan pembelian obligasinya pada September nanti.

"Pengetatan kebijakan moneter di negara-negara tersebut tentu akan meningkatkan valuasi mata uang mereka," kata Putu (21/3).

Sementara, yen lebih perkasa lagi. Di hadapan dollar AS saja mata uang ini melesat 5,67 % ytd. Kecemasan geopolitik dan isu perang dagang global yang mencuat belakangan membuat yen menjadi incaran pelaku pasar. "Jadi, meski kebijakan moneternya datar, yen tetap kuat sebagai aset safe haven," jelas Putu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia