KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Tiga Pilar Corpora terus mengurangi kepemilikan saham di PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA). Pemegang saham pengendali atas emiten dengan kode saham
AISA itu mulai menggelar aksi jual saham AISA pasca kasus hukum menimpa PT Indo Beras Unggul (IBU), cucu usaha AISA, pada pertengahan tahun lalu. Per akhir Juli 2017, Tiga Pilar Corpora tercatat masih menguasai 29,1% kepemilikan saham AISA atau sebanyak 936,55 juta saham. Pada Agustus 2018, kepemilikan Tiga Pilar Corpora berkurang 32,64 juta saham. Sehingga, porsi kepemilkan saham Tiga Pilar Corpora di AISA turun menjadi 28,8%. Pada bulan berikutnya, Tiga Pilar Corpora melepas 63,72 juta saham AISA sehingga porsi kepemilikannya berkurang menjadi 26,1%. Pada Oktober 2017, kepemilikan Tiga Pilar Corpora atas saham AISA tak berubah.
Di November 2017, Tiga Pilar Corpora kembali melepas saham AISA sebanyak 8,47 juta saham. Kepemilikan Tiga Pilar Corpora atas AISA berkurang menjadi 25,84%. Pada Desember 2017, Tiga Pilar Corpora semakin agresif melepas saham AISA. Di pengujung tahun itu, Tiga Pilar Corpora melego 123,3 juta saham AISA. Sehingga, pada akhir tahun 2017, kepemilikan Tiga Pilar Corpora atas AISA tinggal 22,01%. Di awal tahun ini, Tiga Pilar Corpora masih melanjutkan aksinya mengurangi kepemilikan saham di AISA. Pada Januari lalu, Tiga Pilar Corpora melepas saham AISA sebanyak 119,4 juta. Sehingga, porsi kepemilikan Tiga Pilar Corpora atas AISA tinggal 18,3%. Sepanjang Februari ini, hampir setiap hari Tiga Pilar Corpora melepas jutaan saham AISA. Sejak awal bulan hingga kemarin, Senin (26/2), Tiga Pilar Corpora tercatat menjual 159,5 juta saham AISA. Tiga Pilar Corpora sempat membeli saham AISA sebanyak 30,8 juta saham. Sehingga, sepanjang Februari 2018, kepemilikan Tiga Pilar Corpora atas saham AISA berkurang 127,9 juta saham. Porsi kepemilikan Tiga Pilar juga turun menjadi 14,32%. Jika dihitung sejak Agustus hingga 26 Februari lalu, Tiga Pilar Corpora telah melepas 475,5 juta saham AISA. Porsi kepemilikan saham Tiga Pilar Corpora di AISA berkurang hingga lebih dari separuh, dari 29,1% pada Juli 2017 menjadi 14,32% pada 26 Februari 2018.. Di tengah aksi pemegang saham pengendali mengurangi kepemilikan saham, manajemen AISA saat ini tengah bergulat dengen beberapa persoalan. Pasca kasus hukum yang menimpa IBU, anak usaha PT Dunia Pangan, AISA telah menghentikan kegiatan operasional bisnis beras. Alasannya, karena secara perhitungan usaha, bisnis beras sudah tidak
feasible. AISA juga telah memutus hubungan kerja dengan ratusan karyawan yang bekerja di entitas anak Dunia Pangan, baik di IBU, di PT Jatisari Srirejeki, maupun di PT Sukses Karya Abadi. Pada saat hampir berbarengan, AISA memiliki dua surat utang yang akan jatuh tempo pada April 2018.
Pertama, Obligasi I/2013 senilai Rp 600 miliar.
Kedua, Sukuk Ijarah I/2013 senilai Rp 600 miliar. Mau tidak mau, AISA harus menyediakan dana Rp 900 miliar untuk melunasi pokok utang kedua surat utang tersebut. Untuk menyiasati kedua persoalan itu, AISA berencana mendivestasi lini bisnis beras dan memilih fokus mengembangkan lini bisnis makanan. Divestasi lini bisnis beras dinilai bisa mengurangi beban utang dan biaya pendanaan. Dalam paparan publik yang digelar Desember lalu, manajemen AISA mengatakan, divestasi bisnis beras memang akan menghilangkan pendapatan lini bisnis beras sekitar Rp 2 triliun. Namun, dengan melepas aset di lini bisnis beras, utang AISA akan berkurang Rp 2,2 triliun. Sayang, Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) dan Rapat Umum Pemegang Sukuk Ijarah (RUPSI) yang digelar Desember lalu menolak rencana divestasi lini bisnis beras. Saat ini, manajemen AISA tengah berupaya kembali meminta persetujuan pemegang surat. Rencananya, AISA akan kembali menggelar RUPO dan RUPSI pada 15 Maret 2017. AISA membutuhkan restu RUPO dan RUPSI karena obligasi dan sukuk ijarah AISA dijamin dengan aset tetap anak usaha Dunia Pangan, seperti Jatisari Srirejeki dan Sukses Abadi Karya.
7 Februari lalu, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan peringakat AISA dan Obligasi 1/2013 dari BB+ menjadi CCC. Pefindo juga menurunkan peringkat Sukuk Ijarah I/2013 dari BB+ menjadi CCC. Penurunan peringkat tersebut, menurut Pefindo, mencerminkan peningkatan risiko pembayaran Obligasi I/2013 dan Sukuk Ijarah I/2013 yang akan jatuh tempo pada 5 April 2018. Pefindo menilai, AISA memiliki likuiditas yang lemah dan tidak memiliki kapasitas untuk melunasi kewajiban keuangannya. Pada perdagangan hari ini, Selasa (27/7), harga saham
AISA ditutup sebesar Rp 695 per saham. Dalam sepekan, harga saham AISA naik 32,38%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: A.Herry Prasetyo