Sejumah Analis Pasang Rekomendasi Buy Saham Saratoga Investama (SRTG), Ini Alasannya



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Harga batubara masih lesu, meski begitu diperkirakan prospek PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) masih positif didorong diversifikasi portofolio yang dilakukan perseroan.

Analis Sucor Sekuritas Paulus Jimmy mengatakan bahwa pelemahan harga komoditas secara umum menjadi sentimen negatif terhadap pergerakan saham SRTG. Maklum, mayoritas pendapatan dividen dari SRTG merupakan 'commodity related stocks'.

"Namun jika berbicara tentang kinerja SRTG, kami ekspektasi pendapatan dividen akan tetap stabil untuk beberapa tahun ke depan, sedangkan net gain or loss dari investasi akan sangat tergantung dari pergerakan harga saham dalam portofolio SRTG," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (20/7).


Baca Juga: Diversifikasi Portofolio Bakal Kerek Kinerja Saratoga (SRTG), Ini Rekomendasi Analis

Di sisi lain, sejumlah diversifikasi dilakukan perseroan. Bahkan, Paulus melihat digital kemungkinan akan menjadi bisnis inti berikutnya.

SRTG mengumumkan pendirian bersama pusat data, Bersama Digital Center (BDDC), di bawah BDIA. Saat ini BDDC memiliki kapasitas 6,5 MW yang berlokasi di Jakarta dengan potensi kapasitas mencapai 60 MW.

Belanja modal yang dibutuhkan untuk usaha ini diproyeksikan sebesar US$ 10 juta/MW dan diharapkan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu 3-4 tahun. "Kami percaya langkah strategis ini akan memperkuat posisi SRTG dalam menyambut transformasi digital di Indonesia," paparnya.

BRI Danareksa Sekuritas dalam risetnya, Jumat (7/7) juga berpandangan bahwa diversifikasi portofolio akan mendorong kinerja SRTG ke depan. Terlebih, perseroan memperoleh pendapatan dividen yang besar untuk melakukan pengurangan utang (deleveraging) dan investasi yang lebih besar.

Baca Juga: Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Perdagangan Jumat (7/7)

Tahun 2022, SRTG menerima sejumlah besar dividen naik lebih dari 50% secara tahunan (YoY). Perseroan pun memanfaatkan rejeki nomplok dividen untuk melakukan deleveraging dan investasi di beberapa bisnis.

Editor: Noverius Laoli