Sejumlah analis menimbang kemungkinan hasil keputusan The Fed dan BI



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Rapat The Federal Open Market Comitee (FOMC) dan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia rencananya akan diselenggarakan pekan depan. Rapat ini akan menentukan kebijakan moneter terkait suku bunga. Hal ini tentunya berpengaruh pada pasar saham dan perekonomian.

Rapat FOMC akan digelar pada 18-19 Juni 2019 sedangkan RDG akan diselenggarakan pada 19-20 Juni 2019. Sejumlah analis memproyeksikan dan menimbang kemungkinan hasil rapat terhadap ekonomi dalam negeri. Mulai dari yang paling baik untuk pasar hingga yang tidak diharapkan terjadi.

Pada (29/3) The Fed memutuskan menahan Fed Fund Rate (FRR) atau suku bunga acuan di level 2,25%-2,50%. Dan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-DRR) di level 6,00%.


Chief of Executive (CEO) Avere Investama Teguh Hidayat menjelaskan jika hasilnya FRR dan BI 7-DRR tetap di level yang sama artinya The Fed masih sabar melihat perkembangan ekonomi dan menanti data-data ekonomi selanjutnya. “Namun saat ini The Fed belum punya alasan yang kuat untuk menaikkan suku bunga,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (15/6).

Teguh menyatakan isu yang ada seperti perang dagang, inflasi, dan indikator tenaga kerja belum memberi dampak yang besar terhadap fundamental ekonomi makro Amerika Serikat (AS). Jadi kemungkinan The Fed masih menunggu hal lain yang akan terjadi.

Begitu juga dengan BI yang masih menetapkan suku bunga di 6,00% yang menurut Teguh angkanya relatif tinggi. Teguh memproyeksikan hasil rapat pekan depan adalah BI7 -DRR akan tetap atau malah diturunkan ke 5,75%.

Teguh bilang pasar mengharapkan hasil rapat pekan depan adalah FFR tetap di 2,5% dan BI7-DRR turun. Hasilnya akan menjadi sentimen positif bagi rebound Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Namun jika hasilnya FRR naik dan BI 7 – DRR tetap, bisa menjadi sentimen negatif untuk perekonomian Indonesia dan composite index. Sebab ada potensi dana asing keluar dari Indonesia untuk mengincar bunga yang besar di bank Amerika Serikat.

Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas menjelaskan jika hasilnya ternyata FRR turun dan BI 7-DRR tetap bisa menjadi angin segar bagi IHSG. “Sebab perekonomian akan semakin longgar dan memberikan kesempatan kepada pelaku pasar untuk gencar melakukan ekspansi,” ujarnya.

Sejak awal Sukarno memprediksi The fed menurunkan suku bunga acuannya. Menurut Sukarno melihat kondisi AS yang memungkinan harus ada tindakan penurunan tingkat suku bunga. Salah satunya dari pencapaian inflasi yg dinilai masih rendah. Kemudian FRR yang sudah tinggi sehingga menjadi penguatan Dolar.

Sukarno bilang jika mata uang euro dan lainnya dievaluasi terhadap dollar sehingga menyebabkan kegiatan ekspor-impor AS dinilai kurang kompetitif dan perlu dilakukan penyesuaian dengan menurunkan suku bunga acuan. “Apalagi jika BI ikut menurunkan suku bunga akan menjadi sentimen sangat positif bagi IHSG,” ujarnya.

Senada dengan Sukarno, Kepala Riset PT Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma menimbang kemungkinan lainnya yakni jika FRR turun dan BI 7-DRR juga turun, hasilnya bisa berdampak baik untuk IHSG. “Selain akan memperkuat posisi IHSG, hasil ini akan menguatkan beberapa sektor seperti properti dan perbankan,” ujarnya.

Kemungkinan lainnya dijelaskan oleh Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana yakni jika hasilnya FRR naik dan BI7-DRR turun bisa jadi imbal hasil surat utang akan turun dan terjadi capital outflow. “Investor asing akan cenderung keluar karena akan lebih tertarik menyimpan uangnya di Amerika karena akan dapat bunga yang besar,” ujarnya.

Sedangkan menurut Herditya BI juga harus menyiapkan langkah untuk mengantisipasi pelemahan rupiah terhadap dolar jadi kemungkinan ini terjadi. Jadi biasanya BI menyesuaikan kebijakan moneter dalam negeri setelah The Fed menyampaikan hasilnya.

Skenario terburuk yang bisa saja terjadi adalah jika kedua-duanya naik. Menurut Teguh hasil ini yang paling tidak diharapkan pasar. Bisa jadi hasilnya akan menekan IHSG karena investor cenderung beralih dari pasar modal ke instrumen investasi lain seperti obligasi dan deposito.

Kendati demikian, Teguh menjelaskan saat ini investor lebih baik wait and see melihat hasil rapat FOMC dan RDG serta mencermati keadaan stabilitas ekonomi politik dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini