KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidakpastian ekonomi global diperkirakan masih akan berlanjut di tahun 2025, hal ini berpotensi mempengaruhi industri di Indonesia, tak terkecuali industri keuangan. Jika ekonomi Indonesia terganggu sentimen global di tahun depan, bank akan sulit mencari dana pihak ketiga (DPK) dan sulit mengeluarkan kredit. Sejumlah bank KBMI 3 pun telah menyiapkan jurus dalam menyikapi kondisi ini di tahun 2025 mendatang. PT Bank Tabungan Negara (BTN) mengaku, dalam menyusun strategi pihaknya mempertimbangkan berbagai faktor antara lain, kondisi makro ekonomi, kebijakan pemerintah, dan juga faktor internal bank seperti kekuatan organik bank, dan peluang-peluang yang dapat didapatkan ke depan.
Baca Juga: Bank Central Asia (BBCA) Kantongi Laba Rp 50,47 Triliun Hingga November 2024 Direktur Risk Management BTN Setiyo Wibowo mengatakan, faktor-faktor negatif yang diwaspadai bank tahun depan umumnya kondisi likuiditas makro yang mempengaruhi suku bunga, pertumbuhan ekononi, kurs rupiah, tingkat pengangguran maupun kondisi geopolitik internasional. "Dampaknya macam-macam, bisa signifikan atau tidak. Kalau di BTN kondisi suku bunga dan tingkat pengangguran itu sangat berpengaruh," ungkap Setiyo kepada kontan.co.id, Jumat (20/12). Dalam memitigasi risiko dari faktor negatif tersebut, Bank disebut Setiyo akan fokus strateginya ke
funding khususnya dana murah di segmen ritel melalui
digital banking. Adapun untuk kredit, menurut Setiyo pertumbuhannya akan konservatif karena risiko kredit meningkat. Pihaknya juga akan melakukan pengetatan portfolio
guidline misalnya selektif ke industri yang sensitif terhadap pergerakan kurs rupiah-dolar AS. Di sisi lain, Setiyo menjelaskan faktor-faktor positif yang berpotensi muncul tahun depan, yakni pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan masih stabil di kisaran 5%. Selain itu, adanya faktor pendorong program perumahan yang menjadi triger pertumbuhan kredit. "Untuk tahun depan target pertumbuhan kredit kami di 11%-14%, masih sama dengan tahun ini dengan tentunya melihat kondisi dana/likuiditas BTN," ujarnya. PT Bank CIMB Niaga juga mengakui di tahun depan akan tetap m untuk bank. Lani Darmawan, Presiden Direktur CIMB Niaga mengatakan, faktor negatif yang diwaspadai perusahaan di tahun depan seperti, faktor cost of fund (CoF) yang akan tetap tinggi, sehingga margin masih akan tetap terkompresi. "Hal ini membuat bank harus melakukan seleksi
loan apa yang masih bisa meng-absorb
cost of fund (CoF) yang tinggi," kata Lani. Menurut Lani, pemilihan jenis loan dan segment yang sesuai keahlian bank menjadi penting. Termasuk memastikan biaya bisa dikontrol lebih baik, untuk memastikan profitability bisa terjaga tidak tergerus. Dalam memitigasi risiko, perseroan juga akan fokus ke CASA untuk efisiensi CoF, memilih
loan yang tepat serta seleksi yang baik, dan mencari
fee income dan melakukan
cost efficiency. Baca Juga: Perbankan Tetap Akan Memupuk Pencadangan Tahun 2025 Di sisi lain Lani menyebut, secara positif market Indonesia masih besar, ekonomi domestik masih menjanjikan dengan pertumbuhan ekonomi yang masih positif. "Kami realistis saja, pertumbuhan kredit kami sedang hitung sekitar 6% tahun depan. Fokus utama tetap di UKM yang kami targetksn sekitar 9%-10% , KKB sekitar 10%-15%. Pertumbuhan korporasi yang akan lebih kecil. Secara keseluruhan kami tidak melihat pertumbuhan kredit lebih dari tahun ini," imbuhnya. Sementara Yuddy Renaldy, Direktur Utama Bank bjb menjelaskan, dengan melihat dinamika perekonomian saat ini juga memperhatikan proyeksi analisa yang dilakukan para ekonom, ia memperkirakan tantangan perbankan di tahun 2025 adalah dalam hal likuiditas dan juga kualitas kredit. Sehingga kata Yuddy strategi yang pasti akan dilakukan oleh bank adalah penguatan dari sisi likuiditas dan juga selektif dalam melakukan ekspansi kredit untuk menjaga kualitas kredit. "Adapun di sisi kualitas, daya beli menjadi tantangan, banyak tekanan terhadap daya beli masyarakat dan juga dunia usaha yang perlu dimitigasi oleh perbankan," ucapnya. Menurutnya, mitigasi yang dilakukan adalah dengan melakukan manajemen likuiditas yang optimal, cermat dalam portofolio mix dan kreatif dalam mencari sumber sumber pendanaan yang murah dan juga stabil. Sementara untuk kredit, dalam ekspansinya perlu cermat dalam memilih sektor yang akan dimasuki untuk ekspansi sesuai dengan ekspertise yg dimiliki bank juga sektor-sektor yang potensial. "Potensi selalu ada, hanya perlu lebih cermat dan berhati-hati," katanya. Mengamati hal tersebut di tahun depan pihaknya juga akan mengambil langkah konservatif untuk pertumbuhannya, fokus pada penguatan likuiditas, kualitas kredit dan juga permodalan. Secara mix kredit diperkirakan tumbuh 7%-8%.
"Saya lihat hal itu cukup memadai untuk tahun 2025," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi