Sejumlah bank masih menanti solusi dari KRAS terkait pembayaran utang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) tercatat masih memiliki sejumlah hutang ke sejumlah perbankan. Beberapa di antaranya akan jatuh tempo pada tahun 2019.

Bila merujuk pada laporan keuangan tahun 2018, total pinjaman jangka pendek KRAS ke sejumlah perbankan mencapai sebesar US$ 1,13 miliar atau Rp 16,17 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.310 per dolar Amerika Serikat (AS). Sementara pinjaman jangka panjang senilai US$ 811,70 juta atau Rp 11,61 triliun, ditambah US$ 123,36 juta atau Rp 1,76 triliun yang telah masuk ke dalam liabilitas jangka pendek karena akan jatuh tempo pada tahun 2019.

Merinci laporan keuangan, total saldo terutang jangka pendek yang jatuh tempo pada tahun 2019 nilainya mencapai sekitar US$ 788,14 juta atau setara Rp 11,27 triliun. Hutang tersebut meliputi pinjaman ke sejumlah bank pelat merah yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI, anggota indeks Kompas100), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI, anggota indeks Kompas100) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI, anggota indeks Kompas100). Sekaligus satu entitas milik pemerintah yakni Indonesia Eximbank.


Sementara itu, bank swasta juga ikut menjadi kredit ke perusahaan, diantaranya PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA, anggota indeks Kompas100), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA, anggota indeks Kompas100), PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP), PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN, anggota indeks Kompas100) dan PT Bank DBS Indonesia. KRAS juga menjadi debitur di salah satu bank asing Tanah Air yakni Standard Chartered Bank.

Sebagai contoh, Bank Mandiri misalnya tercatat memiliki tagihan jangka pendek terhadap KRAS senilai US$ 359,58 juta atau sekitar Rp 5,14 triliun yang bersumber dari tiga jenis pinjaman yakni letter of credit (L/C), bank overdraft dan kredit modal kerja (KMK). Fasilitas pembiayaan oleh Bank Mandiri ini akan berakhir pada 27 September 2019.

Bank plat merah lain seperti BRI juga mempunyai tagihan sebanyak US$ 16,78 juta atau Rp 240,11 miliar yang merupakan L/C impor.

Sementara dari sisi bank swasta, sebagai contoh tercatat BCA memiliki tagihan senilai US$ 47,68 juta atau sekitar Rp 682,288 miliar yang berasal dari fasilitas L/C yang diberikan BCA. Pembiayaan ini akan jatuh tempo pada 29 Juli 2019 mendatang. Contoh lain, KRAS juga memiliki tagihan kepada OCBC NISP sebesar US$ 84,61 juta atau sekitar Rp 1,21 triliun.

Sejumlah bankir yang dihubungi Kontan.co.id mengatakan sampai saat ini hal tersebut masih berada dalam tahap proses pembahasan.

Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja misalnya yang mengatakan mengenai hutang KRAS, ada beberapa bank yang terlibat di dalamnya. Pihak BCA pun menilai jumlah kredit yang diberikan ke perusahaan tersebut masih relatif kecil bila dibandingkan dengan bank-bank lain.

"Itu banyak bank yang terlibat dan BCA termasuk yang kecil. Jadi kita menunggu dari yang jumlahnya besar, sekarang belum ada keputusan," kata Jahja. Senada, Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjadaja juga mengatakan sampai saat ini pihaknya masih menantikan tahap penyelesaian yang masih dalam pembahasan.

"Hal tersebut masih dalam pembahasan. Maaf belum bisa menjawab," tutur Parwati. Sementara beberapa bank plat merah yang dihubungi Kontan.co.id yakni BRI dan Bank Mandiri hingga berita ini naik belum memberikan tanggapan perihal hutang tersebut.

Sekadar informasi saja, tahun lalu perusahaan baja milik Pemerintah ini mencatatkan rugi bersih sebesar US$ 74,82 juta. Nilai tersebut memang lebih rendah dibandingkan rugi bersih pada 2017 senilai US$ 81,75 juta. Namun beban keuangan perseroan ini justru makin berat.

Pada 2018, KRAS menanggung total liabilitas sekitar US$ 2,49 miliar. Rinciannya, liabilitas jangka pendek US$ 1,59 miliar dan liabilitas jangka panjang US$ 899,43 juta. Nilai tersebut meningkat 10,45% yoy dibandingkan tahun 2017 senilai US$ 2,26 miliar. Perinciannya US$ 1,36 miliar berupa liabilitas jangka pendek dan US$ 899,67 juta berasal dari liabilitas jangka panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi