KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuan di level 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 19-20 Maret 2024. Ini digadang-gadang demi menjaga stabilitas moneter dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, BI tampak berhati-hati terkait waktu dan frekuensi penurunan suku bunga acuan The Fed. BI memperkirakan meski ada kemajuan disinflasi, inflasi AS cenderung masih di atas target 2% hingga tahun 2025. “Untuk memitigasi ketidakpastian yang membayangi pasar keuangan global dan risiko inflasi sementara dari lonjakan harga pangan, terutama beras, BI masih mempertimbangkan untuk menurunkan BI-rate di sekitar periode kedua tahun 2024,” ujarnya kepada KONTAN, Rabu (20/3).
Baca Juga: Arah IHSG Ditopang Kebijakan Moneter Terbaru Kamis (21/3) Josua mengungkapkan, risiko terhadap stabilitas masih relatif tinggi sebab faktor domestik dan internasional. Dari sisi domestik, kata Josua, inflasi muncul dalam jangka pendek dikarenakan lonjakan inflasi harga pangan. “Inflasi harga bergejolak yang lebih tinggi disebabkan oleh dampak El-Nino dan menguatnya permintaan bahan pangan selama bulan Ramadan dan Idul Fitri,” ungkapnya. Selain itu, lanjut Josua, menyempitnya surplus perdagangan di Februari 2024 juga menjadi risiko yang perlu diantisipasi ke depan, terutama karena kinerja ekspor yang melemah. Menurutnya, pasar keuangan global masih diliputi ketidakpastian dari kebijakan moneter The Fed terkait pemangkasan suku bunga acuan. Di mana, dua bulan terakhir ekspektasi pasar bergeser dari sekitar 100-125 basis poin (bps) menjadi 75-100 bps penurunan suku bunga dikarenakan indikator ekonomi AS, terutama inflasi, masih mencatatkan angka yang solid.
Baca Juga: Ekonom Perkirakan BI Perlu Jaga Suku Bunga Acuan di Level 6% “Ini mendorong investor untuk memperkirakan The Fed akan lebih berhati-hati dalam menurunkan suku bunga. Saat ini, pasar memperkirakan pemangkasan pertama akan dilakukan di bulan Juni, bergeser dari perkiraan di awal tahun,” terangnya. Lebih lanjut, Josua menambahkan, dengan adanya risiko-risiko moneter tersebut BI cenderung lebih ragu untuk memangkas suku bunga acuan lebih awal. “Kami mempertahankan ekspektasi kami bahwa BI akan memangkas BI-rate sebesar 50 bps menjadi 5,50% pada paruh kedua tahun 2024,” tandasnya. Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menyatakan bahwa ditahannya tingkat suku bunga BI memang sesuai estimasi pihaknya. “Memang saat ini belum ada urgensi untuk mengubah tingkat suku bunga seperti yang sudah kita tuliskan dalam report, di mana inflasi masih dalam target BI dan nilai tukar relatif stabil,” katanya kepada KONTAN. Riefky mengungkapkan, pihaknya cukup yakin penurunan suku bunga bakal dilakukan setelah The Fed menurunkan tingkat suku bunga lebih dulu.
Baca Juga: Lebih Rendah, BI Catat Kredit Perbankan Tumbuh 11,28% pada Februari 2024 Menurutnya, memang sudah ada pergeseran terhadap penurunan suku bunga yang diekspektasikan pada Juni 2024, dan kemungkinan mundur hingga September 2024.
“Jadi mungkin sebelum itu terjadi kita belum akan melihat perubahan suku bunga,” tandasnya. Senada, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menuturkan suku bunga acuan BI bakal turun mengikuti perkembangan suku bunga The Fed. Selain itu, kata David, inflasi dinilai masih dalam target. “Inflasi walau cenderung naik di awal tahun akibat kenaikan harga pangan, ekspektasinya masih akan dalam rentang target inflasi,” pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli