KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhir-akhir ini tren penggalangan dana melalui skema penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau
rights issue kembali ramai digelar oleh sejumlah emiten dengan berbagai tujuan. Terbaru, ada PT Wahana Interfood Nusantara Tbk (COCO), emiten produsen kakao dan cokelat yang akan melaksanakan
rights issue dengan menerbitkan 2,67 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 100 per saham. Melalui aksi korporasi ini, COCO berpeluang memperoleh dana segar Rp 266,96 miliar. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 45 miliar akan digunakan COCO untuk belanja modal dengan membeli mesin-mesin di fasilitas produksi
midstream perusahaan. Selain itu, dana sebesar Rp 40 miliar akan digunakan COCO untuk belanja modal guna mendukung fasilitas produksi yang sudah ada saat ini. Adapun sisanya akan dipakai untuk modal kerja emiten tersebut.
Mahogany Global Investment Pte Ltd sebagai pengendali COCO telah menyatakan akan menyerap saham baru yang diterbitkan emiten tersebut melalui
rights issue. Baca Juga: Sinergi Inti Andalan Prima (INET) Rights Issue Rp 3,2 Trilliun, Simak Rinciannya Sebelumnya, PT Sinergi Inti Andalan Tbk (INET) bersiap melaksanakan
rights issue yang mana mereka akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 12,8 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 250 per saham. Pemegang saham pengendali INET, PT Abadi Kreasi Unggul Nusantara, akan menyerap seluruh haknya sekaligus siap menjadi pembeli siaga untuk sisa saham yang tidak diambil investor lain. Dana hasil
rights issue ini diperkirakan mencapai Rp 3,2 triliun yang mana akan digunakan oleh INET untuk mempercepat ekspansi jaringan Fiber to The Home (FTTH) berkecepatan tinggi dengan teknologi Wi-Fi 7. PT Aviana Sinar Abadi Tbk (IRSX) juga telah mengantongi restu pelaksanaan
rights issue dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 25 September 2025 lalu. Lewat aksi korporasi ini, IRSX berencana menerbitkan sebanyak-banyaknya 12,39 miliar saham baru. Dana hasil
rights issue akan digunakan perusahaan untuk memperkuat modal kerja dan membiayai ekspansi usaha. Emiten pengembang properti, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) bakal menggelar
rights issue yang ketiga kalinya. Nantinya, PANI akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 1,21 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp 100 per saham. Dana hasil
rights issue tersebut akan digunakan PANI untuk penambahan penyertaan saham pada salah satu entitas anak usaha, yaitu PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK). Selain itu, PANI juga menggunakan dana
rights issue untuk penyertaan atas saham baru yang akan dikeluarkan oleh beberapa anak usaha lainnya yaitu PT Cahaya Inti Sentosa, PT Karunia Utama Selaras, dan PT Panorama Eka Tunggal. Belum lama ini juga, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI) berencana menggelar
rights issue dengan menerbitkan 124,27 miliar saham baru bernominal Rp 25 per saham. PT Angkasa Pura Indonesia (API) akan berpartisipasi dalam
rights issue tersebut dengan cara menyetorkan aset kepada GMFI secara non tunai (inbreng). Alhasil, setelah
rights issue dilaksanakan, API akan memiliki sejumlah saham GMFI.
Baca Juga: Intip Rencana Ekspansi Aviana Sinar Abadi (IRSX) Usai Dapat Restu Rights Issue Investment Analyst Edvisor Provina Visindo Indy Naila menyampaikan, momentum penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) ke level yang lebih rendah membuat peluang pencarian dana dari berbagai sumber menjadi lebih terbuka, tak terkecuali melalui
rights issue di pasar modal. Tak heran, banyak emiten yang akhirnya memanfaatkan
rights issue untuk memenuhi berbagai kebutuhan, seperti belanja modal. Selain memperoleh dana segar untuk belanja modal, aksi korporasi berupa rights issue juga dapat berdampak positif terhadap struktur modal emiten yang bersangkutan. “Namun, tetap ada risiko dari penyerapan dana
rights issue yang tidak maksimal, sehingga emiten juga perlu mempertimbangkan kondisi fundamentalnya,” ujar dia, Jumat (3/10/2025). Sementara itu, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus menyoroti fenomena
rights issue akhir-akhir ini yang didominasi oleh emiten saham lapis kedua. Menurutnya, hal itu bisa terjadi lantaran emiten-emiten tersebut sedang dalam fase ekspansi dan membutuhkan dukungan pendanaan, termasuk melalui
rights issue. Terlebih lagi, pasar saham Indonesia sedang bergairah seiring performa positif Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Animo investor untuk terlibat dalam pelaksanaan
rights issue dari emiten tentu berpotensi meningkat. Aksi korporasi seperti
rights issue tentu menjadi katalis positif bagi kelangsungan usaha emiten-emiten yang melaksanakannya. Namun, dampak lebih lanjutnya akan sangat bergantung dari progres ekspansi bisnis emiten yang memanfaatkan dana
rights issue tersebut. Nico memperkirakan tren penggalangan dana melalui
rights issue akan terus berlanjut pada sisa 2025. Hal ini didukung oleh kondisi pasar saham yang cukup positif dan memiliki kecukupan likuiditas. Bagi emiten yang sudah memiliki rencana ekspansi bisnis pada 2026, justru berpotensi memanfaatkan
rights issue sejak periode kuartal IV-2025. “Kami perhatikan
rights issue ini akan menjadi salah satu bekal emiten untuk menghadapi dan menjalani bisnis pada 2026,” kata dia, Jumat (3/10). Nico tidak memiliki rekomendasi saham emiten-emiten yang belakangan ini berencana menggelar
rights issue. Walau begitu, ia menyarankan investor untuk selalu memperhatikan aspek fundamental dan potensi valuasi jika ingin masuk ke saham emiten yang melaksanakan
rights issue. “Investor juga perlu menimbang harga pelaksanaan
rights issue dari emiten,” imbuh dia.
Di lain pihak, Indy juga memperkirakan tren pelaksanaan
rights issue masih akan ramai pada kuartal IV-2025, terutama bagi emiten yang memiliki proyek besar. Bagi investor yang berminat masuk ke saham pelaksana
rights issue, Indy menyarankan investor untuk senantiasa memantau penggunaan dana
rights issue dan perkembangan kinerja fundamental ketika ekspansi emiten sudah berjalan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News