KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten bakal membeli kembali saham yang beredar di publik
(buyback). Analis memperkirakan aksi korporasi ini dapat mendorong harga saham. Apalagi ada potensi prospek positif ke depan. Sejumlah emiten yang akan
buyback antara lain PT Adaro Energy Indonesia Tbk (
ADRO), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (
JPFA), PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (
SRTG), PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (
MTEL), dan PT Bank OCBC NISP Tbk (
NISP). Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata melihat aksi korporasi yang dilakukan emiten ini mengingat volatilitas yang masih terjadi di pasar saham. "Sehingga emiten melakukan itu untuk stabilisasi harga," ujar dia kepada Kontan.co.id, Kamis (6/4).
Alasan lainnya,
buyback dilakukan sebagai salah satu upaya untuk memoles performa keuangan di pembukuan mendatang dengan mengurangi jumlah saham beredar. Dengan begitu,
earnings yang kurang baik atau laba yang turun akan terlihat tidak terlalu buruk di angka laba per saham (EPS) dibanding periode sebelumnya.
Baca Juga: Wake Up Call: Kekayaan Dunia di Genggaman Top 1% Melirik laporan keuangan 2022, terlihat JPFA, SRTG, dan MTEL mencatatkan penurunan laba per saham. EPS JPFA turun menjadi Rp 122 dari Rp 174 seiring penurunan laba bersih 30,19% menjadi Rp 1,41 triliun. Laba per saham dasar SRTG juga ambles menjadi Rp 342 dari Rp 1.846 dan dilusian turun menjadi Rp 338 dari Rp 1.825 seiring penurunan laba bersih 81,43% menjadi Rp 4,62 triliun. Kemudian laba per saham MTEL turun menjadi Rp 21 dari sebelumnya Rp 25 per saham. Research & Consulting Manager Infovesta Kapital Advisori Nicodimus Kristiantoro menimpali, EPS perusahaan yang naik akan bertranslasi ke penurunan PER. "Sehingga turunnya PER akan membuat investor menilai saham-saham itu
undervalued dan pada akhirnya saham itu akan kembali dilirik investor, tentunya jika didukung dengan fundamental dan prospek bisnis serta sektoral yang bagus," kata Nico. Efek
buyback juga dinilai dapat mendongkrak harga saham kelima emiten tersebut. Nico memaparkan, SRTG memiliki harga yang sangat murah berdasarkan PER dan PBV terkini dibandingkan rata-rata emiten di sektornya.
Baca Juga: Japfa Comfeed (JPFA) Akan Buyback Saham Sebesar Rp 350 Miliar Saat ini PER SRTG di 5,86 kali dan PBV pada level 0,45 kali. Sementara rata-rata emiten di sektor perusahaan
holding & investasi memiliki PER dan PBV sebesar 66,05 kali dan 3,12 kali. "Kalau dilihat juga SRTG sudah anjlok cukup dalam sejak beberapa bulan dan sudah menyentuh harga
support di Rp 1.905 dan melambung lagi, lalu sekarang indikator teknikal menunjukkan harganya bisa naik," paparnya. Lalu ADRO dilihatnya pergerakan harga sahamnya sangat mirip dengan pergerakan harga Newcastle Coal futures yaitu harga batu bara. Nico mengatakan, harga batu bara sudah anjlok cukup dalam tahun ini dan sekarang mulai
rebound. Menurut Nico, untuk jangka waktu pendek harga batu bara masih bisa melanjutkan
uptrend dengan kemungkinan hingga sisa bulan ini. Aksi
buyback ini juga akan membuat saham ADRO yang sudah sangat undervalued lebih menarik para investor. "Jadi menurut saya aksi
buyback ini bisa menjadi penopang untuk kenaikan harga ADRO," kata Nico.
Baca Juga: Adaro Energy (ADRO) akan Buyback Saham, Nilainya Maksimal Rp 4 Triliun Kemudian JPFA didukung oleh sektornya yang berada di konsumen primer, yang cenderung tangguh terhadap gejolak ekonomi global maupun ketidakpastian resesi. Hal itu dilihat Nico yang membuat investor lebih memilih berinvestasi pada saham yang
resilient. Sektor ini juga diperkirakan akan menjadi salah satu sektor unggulan secara kinerja
return dibandingkan mayoritas sektor yang lain. Selanjutnya MTEL didukung kinerja yang solid sepanjang 2022 dan memiliki harga
undervalued berdasarkan PBV dari rata-rata emiten di sektor telekomunikasi. Selain itu, prospek MTEL juga positif dilihat dari belanja modal yang besar guna ekspansi menara dan
fiber optic, serta MTEL yang siap masuk ke sektor 5G. "Semua proyek bisnis ini berharap akan translasi ke kenaikan laba mereka dan harga saham mereka juga," paparn Nico. Untuk NISP, dari harga saham dilihat Nico masih
undervalued dibandingkan dengan rata-rata emiten di sektor perbankan. Lalu didukung dengan pertumbuhan kinerja yang positif sepanjang 2022, serta prospek yang menarik.
Baca Juga: Harga Saham Dinilai Tak Sesuai Kinerja, Saratoga Bakal Buyback Saham SRTG Prospek NISP didukung transaksi kartu kredit NISP yang melonjak secara tahunan pada kuartal I 2023 karena kenaikan permintaan dan pengeluaran menjelang Ramadan dan pembukaan ekonomi. Kemudian, NISP juga salah satu
pioneer dalam penggunaan energi ramah lingkungan untuk cabang bank mereka.
"Ini bisa menjadi
plus point sebagai investor
environmentally conscious dan menarik mereka untuk investasi ke emiten tersebut karena ESG. Selain itu momentumnya NISP masih kuat secara teknikal," ujar Nico. Oleh sebab itu, Nico merekomendasikan
buy untuk kelima emiten tersebut. SRTG target harga Rp 2.360 dengan
support Rp 1.905, ADRO target harga Rp 3.260 dengan
support Rp 2.920, JPFA target harga Rp 1.235 dengan
support Rp 1.075. Lalu MTEL target harga Rp 750 dengan
support Rp 680, dan NISP target harga Rp 750 dengan
support Rp 680. Sementara Liza menjagokan ADRO, JPFA, dan SRTG. Target harga ADRO Rp 3.250-Rp 3.300, Rp 3.450, JPFA Rp 1.190, Rp 1.220, Rp 1.250-Rp 1.260, dan SRTG Rp 2.090-Rp 2.100, Rp 2.180-Rp 2.200. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati