Sejumlah Emiten Divestasi Anak Usaha, Simak Rekomendasi Sahamnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah melakukan divestasi saham anak usaha mereka.

Misalnya, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) terkait berencana menjual anak usahanya, PT Adaro Andalan Indonesia (AAI). ADRO akan meminta persetujuan pemegang saham dalam RUPSLB yang akan diselenggarakan pada 18 Oktober 2024 mendatang.

Dalam keterbukaan informasi 11 September 2024, ADRO berencana menjual sebanyak-banyak seluruh kepemilikan atau 99,9999% saham di AAI. Nilai transaksi akan mempertimbangkan hasil penilaian saham dari penilai independen, yaitu sebesar US$ 2,45 miliar, atau setara dengan 31,8% dari total ekuitas ADRO.


Mekanisme transaksi akan dilakukan melalui Penawaran Umum oleh Pemegang Saham (PUPS) berdasarkan POJK 76/2017. Pembeli adalah para pemegang saham ADRO yang terdaftar pada tanggal pencatatan dan memilih untuk membeli saham AAI.

Baca Juga: IHSG Turun 0,26%, Cek Proyeksi dan Rekomendasi Saham Untuk Jumat (4/10)

Sekretaris Perusahaan Adaro Energy Indonesia, Mahardika Putranto menegaskan, meskipun berencana melepas pilar bisnis batubara termal, ADRO tidak mengalami perubahan kegiatan usaha. 

“ADRO tetap akan menjalankan kegiatan aktivitas kantor pusat dan konsultasi manajemen terhadap anak-anak perusahaan eksisting, di luar grup usaha AAI,” ujarnya dalam keterbukaan informasi terpisah pada Selasa (1/10). 

ADRO secara terkonsolidasi masih tetap memiliki investasi di bidang pertambangan batubara metalurgi dan batuan, serta pengolahan mineral melalui PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR), energi, utilitas dan infrastruktur pendukung yang ditopang oleh sumber daya dan potensi yang dimilikinya. 

Dus, Mahardika mengklaim divestasi AAI tidak akan mengganggu kelangsungan usaha ADRO. Emiten milik konglomerat Garibaldi "Boy" Thohir ini akan memfokuskan kegiatan usahanya pada bisnis non-batubara termal dan bisnis hijau.

“Bisnis non-batubara termal dan bisnis hijau perseroan merupakan bisnis yang tidak tergantung kepada bisnis batubara termal dan berpotensi menjadi pendorong utama pertumbuhan bagi Perseroan ke depannya yang diharapkan mampu memberikan kontribusi positif pada pendapatan dan laba bersih," tuturnya.

Lalu, ada PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) yang sudah secara resmi menandatangani dokumen Sales Purchase Agreement (SPA) untuk PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT), anak usaha PT Jasa Marga (Persero) Tbk. yang mengelola Jalan Tol Trans Jawa, pada Jumat (27/9). 

Penandatanganan itu dilakukan JSMR bersama dengan PT Metro Pacific Tollways Indonesia Services (MPTIS), Warrington Investment Pte. Ltd. (Warrington) dan PT Margautama Nusantara (MUN).

Baca Juga: IHSG Ambles 0,26%, Intip Proyeksi & Rekomendasi Saham Untuk Jumat (4/10)

Strategi pendanaan ini dilakukan untuk mendapatkan sumber pendanaan alternatif bersifat ekuitas yang akan digunakan untuk mengoptimalkan struktur modal dan rasio utang JSMR. Sehingga, dalam jangka panjang, kapasitas dan kondisi keuangan perseroan akan tetap stabil seiring beroperasinya ruas-ruas jalan tol baru.  

Meskipun menggandeng strategic partner, Jasa Marga tetap mempertahankan posisinya sebagai pemegang saham pengendali utama di PT JTT dengan kepemilikan saham mayoritas sebesar 65%.  

Jasa Marga memastikan bahwa PT JTT masih menjadi bagian dalam kelompok usaha Jasa Marga dan akan terus memegang kendali penuh terhadap pengelolaan pengoperasian Jalan Tol Trans Jawa.  

Adapun komposisi pemegang saham lain PT JTT saat ini yaitu sebesar 20,3% dimiliki PT MPTIS, 10,5% dimiliki Warrington dan 4,2% dimiliki oleh PT MUN yang merupakan anak usaha dari PT Nusantara Infrastructure Tbk. 

Direktur Utama Jasa Marga, Subakti Syukur mengatakan, dalam jangka panjang, pengusahaan Jalan Tol Trans Jawa diproyeksikan akan terus mengalami pertumbuhan positif seiring dengan pengembangan infrastruktur dan jaringan jalan di berbagai wilayah di pulau Jawa.  

“Sehingga, tentunya akan menghasilkan value yang optimal bagi pemegang saham dan para stakeholder,” ujarnya dalam keterangan resmi di laman Jasa Marga dikutip Senin (30/9).

Sebelumnya, ada PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) melepas 2,41 miliar saham PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) yang dimiliki oleh anak usahanya, PT Megapratama Karya Persada. Berkat aksi korporasi ini perusahaan mengantongi dana segar Rp 6,88 triliun.  

Jumlah saham yang dilepas ini setara dengan 18,57% dari modal disetor Siloam. Setelah transaksi tersebut, Megapratama masih memiliki 29,09% saham SILO.

President Director PT Lippo Karawaci Tbk Marlo Budiman mengatakan, transaksi ini membuat LPKR bisa mengurangi utang dan memperkuat fokus bisnis real estate, sembari mempertahankan kepentingan strategis dalam penyedia layanan kesehatan terkemuka di Indonesia.Keputusan untuk mengurangi kepemilikannya merupakan bagian dari strategi LPKR yang lebih luas untuk berkonsentrasi pada operasi kawasan terpadu. 

“Ini meliputi kepemilikan land bank, pengembangan kawasan, perumahan, lahan industri, perhotelan, pusat perbelanjaan gaya hidup, dan taman pemakaman,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (19/9).

Baca Juga: Proyek PSN Berlanjut Jelang Pergantian Pemerintah, Simak Rekomendasi Saham BUMN Karya

Research Analyst Infovesta Kapital Advisori, Arjun Ajwani melihat, keputusan perusahaan dalam melakukan divestasi memang ditujukan untuk berbagai alasan strategik

“Jika melihat kinerja fundamental dan valuasi yang masih menarik, ADRO bisa dilirik,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (3/10).

Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, M Faiz Abrar melihat, divestasi ini merupakan langkah strategis perusahaan untuk meningkatkan keuntungan di tengah penurunan suku bunga. Perusahaan biasanya melakukan ekspansi maupun investasi yang lebih menguntungkan di tengah suku bunga rendah. 

“Sehingga, hal ini pun akan berdampak positif jika perusahaan bisa memaksimalkan momentum tersebut,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (3/10).

Di sisa tahun 2024, kinerja perusahaan akan cenderung lebih baik dibandingkan dengan kinerja semester I lalu. Sentimen penurunan tingkat suku bunga pun menjadi pendorong utama aktivitas para agen ekonomi. 

Lalu, surplus pada neraca perdagangan domestik membuktikan bahwa perekonomian Indonesia masih dalam keadaan yang solid. Mengacu rilis data neraca dagang Indonesia di bulan September 2024.

Faiz menuturkan, pada bulan Agustus 2024, neraca perdagangan Indonesia juga tercatat mengalami surplus US$ 2,89 miliar, lebih tinggi dibandingkan pada bulan Juli yang hanya sebesar US$ 470 juta. 

“Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan bisa menjadi sentimen negatif, yaitu kondisi geopolitik yang kembali memanas,” tuturnya.

Kinerja LPKR dan JSMR dilihat Faiz berpotensi membaik hingga akhir tahun 2024. Untuk LPKR, sentimen positifnya adalah penurunan suku bunga yang berdampak pada kinerja keuangan optimal. Sementara, untuk JSMR, laporan keuangan yang solid di semester I berpotensi meningkatkan kinerja keuangan perseroan di sisa tahun ini.

Faiz pun merekomendasikan beli untuk JSMR dengan target harga Rp 5.100 per saham.

Sementara, LPKR direkomendasikan beli dengan target harga Rp 126 per saham. Namun, investor disarankan cut loss jika harga saham LPKR menyentuh di bawah Rp 100 per saham.

Junior Equity Analyst Pilarmas Investindo Sekuritas, Arinda Izzaty melihat, aksi divestasi oleh ADRO, JSMR, dan LPKR bertujuan untuk meningkatkan efisiensi bisnis dan fokus pada segmen yang lebih potensial. 

Berdasarkan laporan keuangan semester I lalu, para emiten tersebut memang tidak sedang menghadapi masalah keuangan yang serius. Sehingga, divestasi murni dilakukan untuk memperkuat likuiditas dan mendukung proyek strategis. 

Baca Juga: Deretan Emiten yang Tersengat Deflasi 5 Bulan Beruntun

ADRO, misalnya, memerlukan pendanaan untuk proyek energi hijau seperti pembangkit listrik tenaga air. 

“Sementara itu, JSMR dan LPKR menghadapi tekanan dari beban utang yang tinggi. Sehingga, divestasi diharapkan dapat meringankan beban tersebut serta memperkuat neraca,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (3/10).

Di sisa tahun 2024 ini, kinerja keuangan dan saham para emiten tersebut diprediksi masih akan melanjutkan tren positif, utamanya didorong dari aksi divestasi yang akan memperkuat likuiditas perusahaan.

Untuk ADRO, perseroan bisa lebih fokus pada bisnis energi hijau yang tengah diminati investor. Untuk JSMR, divestasi diharapkan mendorong ekspansi jalan tol yang lebih efisien. 

“Namun, harga komoditas, terutama batu bara, bagi ADRO masih akan menjadi sentimen utama yang mempengaruhi kinerja hingga akhir tahun,” tuturnya.

Arinda pun merekomendasikan beli untuk ADRO dan JSMR dengan target harga masing-masing Rp 4.000 per saham dan Rp 6.500 per saham.

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, divestasi aset bertujuan untuk meningkatkan dan memperlancar arus kas perusahaan. 

Walaupun nantinya berdampak pada penurunan aset, tetapi dana segar yang diperoleh dari divestasi tersebut bisa digunakan untuk ekspansi bisnis dan meningkatkan EBITDA perusahaan.

“Apalagi, para perusahaan ini melakukan divestasi terhadap aset mereka yang sudah memiliki nilai yang relatif lebih tinggi,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (3/10).

Baca Juga: Business Insight Bantu Pebisnis dan Investor Dapatkan Informasi Akurat

Nafan melihat, kinerja SILO yang didivestasikan oleh LPKR justru memiliki kinerja yang lebih menarik di sisa tahun 2024 ini. Hal itu tercermin dari fasilitas rumah sakit yang masih bertumbuh hingga semester I 2024.

Di sisi lain, industri kesehatan juga berpotensi berkinerja baik ke depan, mengingat permintaan akan layanan kesehatan akan terus ada. Saat ini, SILO masih memusatkan persebaran rumah sakit dan layanan kesehatan di wilayah kota-kota besar di wilayah Barat Indonesia.

“Jika ke depannya SILO bisa melakukan ekspansi dan menyediakan layanan ke kota-kota di wilayah Timur, kinerjanya tentu bisa terdorong lagi. Namun, perlu diperhatikan juga stabilitas pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut,” paparnya.

Nafan pun merekomendasikan ADD untuk SILO dengan target harga terdekat di Rp 3.220 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .