KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di awal tahun ini, sebagian emiten mulai berancang-ancang mencari pendanaan baru. Selain menjual obligasi dan pinjaman dari perbankan, emiten membuka opsi penerbitan saham baru atawa
rights issue. Sejumlah emiten pun bersiap menggelar
rights issue. Ambil contoh, Tempo Inti Media (TMPO), Inti Keramik Alamasri Industri (IKAI), Capital Financial Indonesia (CASA), dan Bank of India Indonesia (BSWD). Keempat emiten tersebut tengah memproses aksi korporasi
itu dan bakal mencatatkan saham baru mereka di Januari 2018. Beberapa emiten juga ingin melakukan langkah korporasi serupa. Sebut saja, Barito Pacific (BRPT), Nusantara Infrastructure (META), dan Minna Padi Investama Sekuritas (PADI).
BRPT membidik dana segar untuk membiayai akuisisi Star Energy. Emiten ini setidaknya membutuhkan minimal US$ 755 juta untuk mengambil 66,67% porsi saham Star Energy. Dana
rights issue yang dibidik diperkirakan mencapai US$ 1 miliar. Sementara META ingin
rights issue untuk mendanai modal kerja. Emiten ini akan merilis lima miliar saham. PADI juga berencana menerbitkan saham baru maksimal lima miliar. Kevin Juido Hutabarat, Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas, menyarankan, investor mencermati penggunaan dana
rights issue. Jika dananya untuk ekspansi, maka menjadi sentimen positif. "Namun juga perlu dicatat, di sektor mana ekspansinya yang memungkinkan memberikan
growth," kata dia kemarin. Pelaku pasar juga perlu menimbang harga pelaksanaan
rights issue. Aksi akan menarik kalau harga yang ditawarkan wajar. Bila kemahalan, tentu menjadi pertimbangan tersendiri. "Ini yang juga jadi perhatian pelaku pasar," imbuh Kevin. Pertumbuhan IHSG Reza Priyambada, Analis Binaartha Parama Sekuritas, sepakat,
rights issue akan menarik jika ditinjau dari tujuan penggunaan dana. BRPT dinilai menarik lantaran untuk pengembangan bisnis. "Sahamnya juga mulai likuid, jadi diharapkan bisa terserap
rights issue-nya," ujarnya. Bertoni Rio,
Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia, menyatakan,
rights issue merupakan salah satu opsi pendanaan lewat pasar modal
. Emiten bisa menilai aksi
rights issue lebih menguntungkan dibanding surat utang, deposito, juga MTN. "Dengan
rights issue, emiten memanfaatkan euforia dari IHSG yang selalu mencetak
return tertinggi, mengikuti bursa Asia dan Dow Jones," kata dia. Menurut Ekonom Trimegah Sekuritas Fakhrul Fulvian, pasar modal menjadi pilihan bagi emiten untuk mencari pendanaan. Tren tahun lalu yang cukup baik bagi pasar modal diprediksikan kembali terulang pada tahun ini. Pasalnya, ada beberapa sentimen positif yang bisa mendorong pertumbuhan dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Pertama, harga komoditas menanjak. Ini menyebabkan pasar memiliki ekspektasi besar pasar modal akan terkerek.
Kedua, kebijakan moneter yang mendukung. Sejak tahun lalu Bank Indonesia (BI) sudah mengeluarkan serangkaian kebijakan cukup longgar. Ini bisa berefek bagus bagi pertumbuhan ekonomi juga market. Oleh karena itu, Fakhrul meyakini,
return pasar saham pada tahun ini bisa lebih baik ketimbang pasar obligasi. Dari level saat ini,
return saham diprediksi naik 6%-7% di tahun ini. Meski begitu, jika emiten tertarik mencari pembiayaan lewat pasar saham, Fakhrul menganggap, hal tersebut lebih baik dilakukan di semester kedua tahun ini. Soalnya, pertumbuhan ekonomi diprediksikan semakin membaik di paruh kedua mendatang. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) juga semakin menguat di semester kedua tahun ini, sehingga memungkinkan pasar saham untuk tumbuh lebih menarik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini