Sejumlah emiten memilih berganti bisnis inti



JAKARTA. Kalau bisnis tak lagi menguntungkan, ngapain dipertahankan? Sejumlah emiten memilih mengganti bisnis intinya karena dianggap tidak lagi menguntungkan. Misal, PT Evergreen Invesco Tbk yang ingin beralih ke bisnis pergudangan. Emiten yang sahamnya memakai kode GREN ini tadinya bergerak di bisnis pemintalan benang.

Wiwi Novianti, Sekretaris Perusahaan GREN, menjelaskan pada KONTAN, langkah mengganti bisnis inti dilakukan lantaran manajemen melihat prospek bisnis pergudangan lebih bagus. Evergreen masuk bisnis pergudangan melalui anak usaha PT Tristate Indonesia.

"Pendapatan kami pasti turun, tapi bisnis pergudangan biayanya rendah dengan laba tinggi. Beda dengan benang dengan revenue besar tapi laba kecil," imbuh Franklin William Kayhatu, Komisaris Utama Evergreen Invesco.


Sejak November 2015, GREN telah menyewakan gudang seluas 13.000 meter persegi (m²) kepada PT Coca-Cola Amatil Indonesia. Gudang tersebut disewakan dengan harga Rp 35.200 per m² per bulan. Saat ini, GREN memiliki bangunan 42.000 m² di atas lahan 10 hektare (ha). Separuh bangunan ini berupa kompleks gudang.

Supaya kontribusi bisnis gudang bisa mendulang lebih banyak, Evergreen berencana merenovasi gudang. Untuk memperkuat bisnis barunya tersebut, GREN berniat menggelar rights issue dengan melepas 150 miliar saham baru. GREN menargetkan memperoleh duit segar hingga Rp 30 triliun.

Sebelumnya, ada PT Kresna Graha Securindo Tbk (KREN) yang beralih dari perusahaan broker jadi perusahaan investasi. Ada juga PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) yang hendak beralih dari bisnis ritel ke bisnis properti. RIMO pun merencanakan rights issue sekitar Rp 7 triliun untuk mengakuisisi perusahaan properti.

PT Hanson International Tbk (MYRX) juga mengganti bisnis intinya ke bisnis properti. Sebelumnya, perusahaan ini bergerak di sektor tekstil dan pertambangan.

Editor: Yudho Winarto