Sejumlah emiten mendapat berkah penguatan rupiah



JAKARTA. Kebijakan tax amnesty memompa nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Kondisi ini diperkirakan berdampak positif terhadap prospek emiten di pasar modal Indonesia.

Mengacu kurs tengah Bank Indonesia, kemarin, rupiah menguat tipis 0,01% ke Rp 13.086 per dollar AS. Di pasar spot, rupiah juga naik 0,18% menjadi Rp 13.096. Dalam sepekan terakhir, rupiah terangkat 0,65%.

Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, menilai, penguatan rupiah didorong dana asing yang mulai masuk pasca pengesahan Undang-Undang Tax Amnesty. "Dana asing masuk tak hanya ke pasar modal, tapi juga pasar keuangan," kata dia, kemarin.


Penguatan rupiah juga didorong fundamental ekonomi Indonesia yang semakin membaik. Ini tecermin dari data cadangan devisa Indonesia pada Juni, yang naik menjadi US$ 109,8 miliar dibandingkan bulan sebelumnya, US$ 103,6 miliar. Kemudian neraca perdagangan juga surplus sekitar US$ 900,2 juta.

Menurut Hans, penguatan rupiah akan memberikan keuntungan terhadap banyak emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Maklum, sebagai besar emiten berbasis impor. Sementara emiten berbasis ekspor, seperti sektor tambang dan komoditas lebih sedikit.

Selain menguntungkan emiten yang memiliki komponen impor besar, kata Hans, penguatan rupiah akan membawa dampak positif bagi emiten yang memiliki utang valas dalam jumlah besar, seperti PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) dan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).

Adapun sektor yang positif dari sisi eksposur impor antara properti, farmasi, pakan ternak dan manufaktur.

David Sutyanto, analis First Asia Capital, sepakat. Menurut dia, penguatan rupiah akan berdampak positif ke emiten yang memiliki kebutuhan impor cukup tinggi dan mempunyai utang luar negeri dalam jumlah besar.

David bilang, salah satu emiten yang paling diuntungkan adalah PT Astra International Tbk (ASII). Emiten ini memiliki kebutuhan impor besar untuk menyokong bisnis otomotif. Emiten lain adalah PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), yang memiliki kebutuhan impor jagung dalam jumlah besar.

Hans melihat, prospek nilai tukar rupiah ke depan masih cenderung menguat seiring mulai masuknya dana repatriasi sebagai dampak kebijakan tax amnesty. Kondisi ini akan semakin memberikan dampak positif ke pasar saham domestik.

Dia optimistis, hingga akhir tahun nanti Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan mencapai level 5.500. kemarin, indeks saham sudah menembus 5.100. Hans menilai, rupiah yang semakin stabil merupakan saat tepat bagi korporasi yang memiliki utang valas untuk melakukan hedging (lindung nilai).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie