Sejumlah LSM menyebut ada pusaran politik di bisnis batubara



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa LSM yang tergabung dalam #BersihkanIndonesia menyebutkan sejumlah elite politik dalam pusaran bisnis batubara.

Dalam laporan Berjudul “Coalruption: Elite Politik dalam Pusaran Bisnis Batubara” yang dirilis oleh Greenpeace, Jatam, ICW dan Auriga ini menyebut sejumlah nama besar yang terlibat.

Diantaranya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dengan PT Toba Sejahtera miliknya. Kemudian juga disebut mantan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang berhubungan dengan Bumi Resources dan Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Gerindra dengan grup bisnis Nusantara miliknya.


Tata Mustasya, Kepala Kampanye Iklim Greenpeace Asia Tenggara, menyebutkan ada perselingkuhan antara perusahaan, birokrat, dan politisi.

Ia menambahkan batubara, korupsi politik, dan oligarki lama saling berkaitan. Kebutuhan terhadap modal yang besar, keterkaitan erat dengan peraturan pemerintah, adanya royalti dan pajak serta ketergantungan terhadap infrastruktur pemerintah untuk mengirimkan batu bara ke pasar, menurutnya menjadikan sektor ini terpapar korupsi politik, dalam bentuk perdagangan pengaruh, political capture dan regulatory capture.

Dari laporan yang dirilis itu disebutkan ada kenaikan tajam dalam jumlah izin pertambangan yang diterbitkan. Tercatat dari 2001 hingga 2010 kenaikan izin mencapai 13 kali lipat. Dari 750 pada pertengahan tahun 2001 menjadi lebih dari 10.000 pada tahun 2010.

Kenaikan jumlah izin pertambangan batubara ini bersamaan dengan tingkat keuntungan yang tinggi dari batubara dan subsidi negara yang besar. Ini diuntungkan dengan elite politisi atau pengusaha dengan koneksi politik (politically exposed persons) ke dalam industri tersebut, yang kemudian menyebabkan korupsi politik.

“Di awal tahun 2000, beberapa perusahaan asing menjual sahamnya di perusahaan pertambangan batubara kepada pengusaha Indonesia yang memiliki kekuasaan dan koneksi politik,” kata Tata.

Ekonom Faisal Basri juga mengatakan bahwa penambangan batubara di Indonesia sudah over eksploitasi. Faisal bilang kapasitas batubara Indonesia tinggal 49 tahun.

“Jika dieksploitasi terus barangkali 30 tahun. Tidak ada penemuan cadangan baru di batubara selama 20 tahun,” tambahnya.

Sementara Dian Patriah, Kepala Satgas III Korsupgah KPK mengatakan laporan ini mengkonfirmasi kajian KPK yang dilakukan pada tahun 2011. Katanya ada 11.000 izin pertembanganan kala itu, namun 70% tidak melakukan pembayaran Penerimaan Negara bukan Pajak (PNBP).

“Pada saat kita mengkaji 2014, ada outstanding Rp 25 triliun, PNBP saja. Terakhir masih ada Rp 4,5 triliun yang sudah tidak bisa ditagih karena tidak ada lagi perusahaannya,” tambahnya.

Kemudian Firdaus Ilyas dari Indonesia Corruption Watch menyatakan buruknya pengawasan menjadikan pengelolaan SDA Indonesia khususnya batubara, rentan untuk dikorupsi. Sementara dari sisi ekonomi penerimaan negara dari batubara tidaklah seberapa dibandingkan dampak lingkungan dan kepentingan generasi mendatang, oleh sebab itu sudah saatnya Indonesia melepaskan diri dari ketergantungan pada batubara.

“Lemahnya penegakan hukum membuat bisnis batubara menjadi bancakan oknum pengusaha dan penguasa,” kata Firdaus.

Koordinator JATAM, Merah Johansyah menuding semua ini berhubungan dengan politik. Katanya pesta demokrasi lima tahunan ini juga menjadi kesempatan bagi para pebisnis batubara melakukan praktik ijon politik untuk mendapatkan jaminan politik demi melanggengkan usaha mereka di daerah.

“Apalagi politisi dan sekaligus pebisnis batubara berada di kedua kubu kandidat capres pemilu 2019,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi