KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas mata uang Asia masih berada dalam tekanan dolar Amerika Serikat (AS). Meski begitu, sejumlah mata ini mampu menjaga ketahannya dan mengungguli 'the greenback'. Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menyebutkan, ancaman Presiden Terpilih AS Donald Trump untuk mengenakan tarif pada negara-negara BRICS telah memberikan tekanan yang signifikan pada mata uang Asia. Pengumuman tersebut telah menciptakan ketidakpastian di pasar, yang menyebabkan peningkatan volatilitas dan penghindaran risiko.
Baca Juga: Ketidakpastian Bayangi Pasar, Rupiah Diproyeksi Berbalik Melemah pada Kamis (5/12) Negara-negara yang sangat bergantung pada ekspor ke AS, seperti Tiongkok, Korea Selatan, dan Thailand, sangat terpengaruh. Potensi tarif dapat mengganggu arus perdagangan dan berdampak negatif pada perekonomian mereka. "Investor cenderung beralih ke aset
safe haven seperti dolar AS selama masa-masa seperti itu, yang memberikan tekanan pada mata uang Asia," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (4/12). Sentimen negatif terhadap pasar berkembang telah meningkat, yang menyebabkan arus keluar modal dari ekonomi Asia. Hal ini semakin melemahkan mata uang mereka terhadap Dolar AS. Meski begitu, JPY dan THB mampu mengungguli USD dalam sepekan terakhir. Berdasarkan Trading Economics, pairing USDJPY melemah 0,08% dan USDTHB turun 0,52% dalam sepekan per Rabu (4/12) pukul 19.27 WIB.
Baca Juga: Rupiah Menguat Tipis Jelang Pidato Powell, Rabu (4/12), Simak Proyeksi untuk Besok Sutopo melihat, lemahnya imbal hasil obligasi AS yang sedang berlangsung telah mengurangi perbedaan imbal hasil antara utang AS dan Jepang, sehingga membuat Yen lebih menarik. Lalu, sikap agresif bank sentral Jepang (BoJ) baru-baru ini, termasuk prospek menaikkan suku bunga Desember ini telah mendukung Yen. "Meningkatnya permintaan aset
safe-haven di tengah ketidakpastian ekonomi global telah mendorong Yen," sebutnya. Untuk Baht, indikator ekonomi positif dari Thailand seperti pertumbuhan PDB yang kuat dan perbaikan neraca perdagangan, telah mendukung mata uang tersebut. Kemudian, pemulihan sektor pariwisata, dan meningkatnya keyakinan investor terhadap stabilitas ekonomi Thailand telah mendorong permintaan terhadap Baht.
Baca Juga: Kewajiban Neto Posisi Investasi Internasional RI Meningkat pada Kuartal III-2024 Sentimen-sentimen tersebut juga diperkirakan berlanjut sehingga mendukung kedua mata uang tersebut. Selain JPY dan THB, Sutopo juga menilai SGD layak diperhatikan. Sebab, Dolar Singapura dikenal dengan stabilitasnya dan volatilitasnya yang rendah. "Kebijakan moneter yang hati-hati dari Otoritas Moneter Singapura (MAS) dan infrastruktur keuangan negara yang kuat mendukung SGD yang kuat," sebutnya.
Lalu, Won Korea Selatan diperkirakan berkinerja baik, didorong oleh ekonomi berorientasi ekspor Korea Selatan yang kuat. "Kebijakan moneter yang baik dari Bank of Korea (BoK) dan intervensi di pasar valuta asing juga mendukung," tutup Sutopo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto