Sejumlah Mata Uang Safe Haven Diproyeksi Bakal Diburu Pasca Pilpres AS



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah ketidakpastian Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) mendorong investor memburu aset safe haven. Selain emas yang dikenal sebagai safe haven, sejumlah mata uang juga ada yang termasuk dalam aset safe haven. 

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan mata uang yang termasuk aset safe haven ada USD, CHF, dan JPY. 

Dolar AS (USD) sering dianggap sebagai mata uang lindung nilai lantaran dolar AS adalah mata uang cadangan utama dunia, yang dipegang oleh bank sentral dan lembaga keuangan di seluruh dunia. 


Baca Juga: Pasar Wait and See, Instrumen Investasi Apa yang Menarik?

"Penggunaan yang meluas ini memberikan stabilitas dan likuiditas, menjadikannya sebagai penyimpan nilai yang andal," kata Sutopo kepada KONTAN, Senin (4/11). 

Pun, Amerika Serikat memiliki ekonomi yang besar dan stabil dan berkontribusi pada kekuatan dan keandalan dolar. 

Selama masa ketidakpastian ekonomi global, Sutopo mencermati investor sering beralih ke dolar sebagai tempat berlindung yang aman. Dolar juga dapat mudah dibeli dan dijual dalam jumlah besar tanpa memengaruhi harganya secara signifikan. 

Kebijakan moneter Federal Reserve, termasuk kemampuannya untuk menyediakan likuiditas dolar kepada bank sentral asing melalui jalur swap, membantu menjaga stabilitas dan daya tarik dolar sebagai lindung nilai.

Di sisi lain, Franc Swiss (CHF) juga sering dianggap sebagai mata uang lindung nilai karena Swiss memiliki reputasi lama untuk stabilitas politik dan ekonomi. Hal ini menjadikan Franc Swiss sebagai tempat berlindung yang aman selama masa ketidakpastian global.

Ekonomi Swiss biasanya juga mengalami tingkat inflasi yang rendah, sehingga membantu mempertahankan daya beli Franc Swiss dari waktu ke waktu.

Sementara Yen Jepang (JPY), meskipun ekonomi negara ini penuh tantangan tetapi dianggap relatif stabil. 

Jepang telah mempertahankan suku bunga rendah untuk waktu yang lama. Hal ini menjadikan yen sebagai mata uang yang menarik untuk carry trade, di mana investor meminjam dalam yen untuk berinvestasi dalam mata uang dengan imbal hasil lebih tinggi. 

Baca Juga: Investor Beralih ke Mata Uang Safe Haven di Tengah Ketidakpastian Pemilu AS

"Selama tekanan pasar, perdagangan ini sering kali dibatalkan, yang menyebabkan apresiasi yen," lanjut Sutopo

Sutopo juga melihat Jepang secara konsisten menjalankan surplus akun berjalan. Surplus ini memposisikan Jepang sebagai kreditor bersih bagi dunia, mirip dengan Franc Swiss.

Maka dari itu di tengah ketidakpastian geopolitik, termasuk sentimen pilpres AS akan mendorong perburuan terhadap ketiga mata uang tersebut. 

"Untuk mengamankan aset dan investasi mereka. JPY dan CHF paling diburu, disusul USD," kata Sutopo. 

Sutopo memandang yen Jepang bakal paling diburu menjelang maupun pasca pilpres. Ini karena ada potensi dari negeri Sakura tersebut. 

Sutopo menjelaskan, meskipun harga minyak yang lebih tinggi, suku bunga AS yang lebih tinggi, dan pernyataan perdana menteri baru Jepang bahwa Bank of Japan tidak dalam kondisi yang tepat untuk menaikkan suku bunga telah melemahkan Yen, namun posisi pasar spekulatif tetap memegang yen.  

Sehingga dengan volatilitas JPY yang tetap tinggi, Sutopo memperkirakan akan ada potensi BoJ menaikkan suku bunga pada bulan Desember. 

Baca Juga: Saham dan Emas Direkomendasikan Jelang Pengumuman Pilpres AS, Ini Alasannya

"Pasar lebih cenderung menyukai yen apa pun hasil pemilu AS. Perkiraan ssaya Jepang bakal di kisaran 145 hingga 140," tandas Sutopo. 

Mengutip Bloomberg Senin (4/11) pukul 22.32 WIB, harga JPY/USD berada di 151,89 atau melemah 0,73% dibanding akhir pekan lalu. Dalam sepekan, yen melemah 0,91%.

Kemudian CHF berada di level 0,8623. Nilai tersebut melemah 0,89% dalam sehari dan juga melemah 0,36% dalam seminggu. 

Selanjutnya: Perkuat Kemitraan, Indodana PayLater Dukung Pameran Hartono Pesta Diskon 2024

Menarik Dibaca: 11 Drama Korea Terbaru November 2024, Cek Jadwal Tayang The Fiery Priest 2 di Sini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi