KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak mentah turun pada penutupan perdagangan Jumat (30/10). Hal ini juga membuat harga minyak acuan membukukan penurunan bulanan kedua secara berturut-turut karena meningkatnya kasus Covid-19 di Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang akhirnya mengerek kekhawatiran atas prospek konsumsi bahan bakar. Jumat (30/10), harga minyak mentah jenis Brent kontrak pengiriman Desember 2020 turun 19 sen menjadi US$ 37,46 per barel. Pada awal perdagangan di hari itu, Brent sempat menyentuh level terendah lima bulan di US$ 36,64 per barel. Sementara itu, harga Brent untuk kontrak Januari 2020 ditutup turun 32 sen. Setali tiga uang, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Desember 2020 turun 38 sen ke level US$ 35,79 per barel. Pada Kamis (29/10), harga WTI sempat berada di level terendah sejak Juni yakni di US$ 34,92 per barel.
Dengan posisi ini, harga WTI anjlok 11% dan Brent pun mencatatkan koreksi 10% sepanjang bulan Oktober 2020. Baca Juga: Ini alasan BP hentikan produksi bahan bakar di Australia Tekanan bagi harga minyak datang setelah gelombang virus corona kedua datang di Eropa dan AS. Dari Eropa, Prancis, Jerman hingga Belgia sudah memutuskan untuk melakukan penguncian guna membatasi penyebaran virus corona sebelum musim dingin tiba. Sementara dari AS, lonjakan infeksi virus corona pun kembali terjadi. Bahkan Negeri Paman Sam tersebut memecahkan rekor infeksi baru dalam satu hari pada Kamis (29/10), setelah ada lebih dari 91.000 kasus. "Banyak negara dengan konsumsi minyak yang tinggi di seluruh dunia melihat tingkat infeksi yang tidak mereka alami bahkan selama gelombang pertama," kata Paola Rodriguez-Masiu, Senior Oil Markets Analyst Rystad Energy. "Tingkat infeksi ini ditakdirkan untuk menggigit permintaan minyak, karena lalu lintas akan dibatasi seminimal mungkin selama penguncian mendatang," lanjut dia. Sementara itu, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, telah merencanakan untuk meningkatkan produksi sebesar 2 juta barel per hari (bph) pada bulan Januari. Namun, produsen utama Arab Saudi dan Rusia mendukung untuk mempertahankan pengurangan produksi yang saat ini ada di sekitar 7,7 juta barel per hari hingga tahun depan. Hal itu dilakukan guna menghadapi penguncian di Eropa dan peningkatan produksi minyak Libya.