Sejumlah Organisasi Profesi Beberkan Alasan Penolakan Terhadap RUU Kesehatan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law banyak mendapatkan penolakan dari organisasi profesi dan dianggap tidak ada urgensi. 

Juru Bicara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk RUU Kesehatan, Beni Satria, menilai banyak pasal menilai RUU Omnibus Law yang kemudian masih menimbulkan pertanyaan dalam RUU Kesehatan. Ia juga mengkhawatirkan adanya RUU Kesehatan Omnibus Law ini akan berdampak pada penurunan kualitas pelayanan kesehatan. 

"Dengan mencabut 9 UU kemudian merevisi 13 UU keseluruhan termasuk peraturan ketentuan pelaksana yang sudah dikeluarkan ini sangat menimbulkan banyak tanda tanya," ungkap Beni pada media di depan Gedung Parlemen, Senin (5/6). 


Baca Juga: Tolak RUU Kesehatan, Nakes Ancam Bakal Mogok Kerja Serentak

Ia menyebutkan beberapa pasal yang mereka anggap tidak jelas. Pertama, pasal terkait konsil tenaga kesehatan tradisional. Ia menilai dalam RUU ini tidak mendapat kejelasan akan pasal tersebut.  "Bahkan penegakan disiplin dan etiknya tidak ada dalam draf RUU Kesehatan,"pungkas Beni. 

Kedua, terkait rencana adanya pendidikan dokter spesialis hospital based atau pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit untuk menekan biaya pendidikan dokter. 

Ia menuding adanya rencana tersebut tidak menutup kemungkinan biaya pendidikan dokter semakin murah tapi juga sebaliknya. Sebab ia mengatakan bahwa biaya pendidikan kedokteran ini dari tahun ketahuan semakin mahal. 

Ketiga, adanya ancaman pidana pada nakes di RUU Kesehatan. Ia menilai adanya pasal tersebut membuat banyak nakes yang resah utamanya yang bertugas di daerah terpencil. Sebab rumah sakit di daerah masih banyak yang tidak memiliki fasilitas lengkap dan memadai. 

Kurangnya fasilitas ini berdampak pada pelayanan kesehatan yang diberikan nakes menjadi kurang maksimal, namun jika ada pasien yang meninggal, nakeslah yang mendapatkan ancaman pidana.

Baca Juga: Ini yang Akan Dilakukan IDI Jika RUU Kesehatan Disahkan

"Justru kita yang ditempatkan di daerah begitu obat tidak ada alat kesehatan tidak lengkap, fasilitas tidak standar sering nakes yang mendapatkan ancaman pidana penjara ketika pasien meninggal. Kemudian, pemerintah bilang ini bentuk perlindungan tapi perlindungan yang dimana?," pungkas Beni. 

Editor: Noverius Laoli