KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi di
fintech P2P lending layaknya pisau bermata dua. Meskipun imbal hasil yang ditawarkan cukup tinggi, gagal membayar risiko pun tak terelakkan. Bahkan, saat ini ada 22
fintech yang sedang dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena tingkat TWP90 di atas 5%. Minat investor atau pemberi pinjaman pun terancam menurun. CEO Akseleran Ivan Nikolas mengungkapkan bahwa saat ini memang jumlah pemberi pinjaman agak sedikit mengalami evolusi kenaikan, tapi tak menyebutkan angka pasti kenaikannya. Ia hanya menyebut saat ini jumlah
lender di Akseleran ada sekitar 200.000
lender.
Namun, dia melihat batasan tersebut lebih dikarenakan tren ekonomi global yang membuat para pemberi pinjaman ini menunggu kondisi yang tepat untuk berinvestasi dalam jumlah yang besar.
Baca Juga: Berkaca Kasus Penipuan Mahasiswa IPB, Industri Fintech Perlu Benahi Manajemen Risiko “Perlambatan ini sampai tren ekonomi kembali positif. makanya kami pastikan tetap bisa kasih ketenangan pikiran untuk meyakinkan pemberi pinjaman agar minat mereka tidak turun,” ujar Ivan kepada KONTAN, Rabu (21/12). Ia menyebutkan saat ini hasil yang tidak seimbang yang bisa didapatkan oleh pemberi pinjaman bisa mencapai sekitar 10,5% per tahun, dengan tren meningkat. Itu pun masih dipotong pajak untuk pendapatan bunga. “Potong pajak 15% dari pendapatan bunga,” imbuh Ivan. Di sisi lain, CEO Modalku Reynold Wijaya mengungkapkan bahwa TWP90 perusahaan tidak berdampak langsung pada minat pemberi pinjaman. Padahal, Modalku punya TWP90 sekitar 5,55%. Ia beralasan pembiayaan yang dilakukan oleh para pemberi dana dapat disesuaikan dengan
risk appetite atau tingkat risiko masing-masing. Secara umum, pemberi pinjaman Modalku bisa memperoleh tingkat bunga sekitar 10% hingga 17% per tahunnya tergantung dengan preferensi dan toleransi risiko masing-masing pemberi dana. “Tingkat bunga di Modalku cukup variatif sesuai dengan portofolio UMKM yang didanai oleh pemberi dana,” ujarnya. Sementara itu, Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan
Fintech OJK Tris Yulianta mengungkapkan bahwa sejatinya minat
lender tak akan tergerus dengan adanya kondisi dimana tingkat gagal bayar yang dihadapi
fintech lending. Menurutnya, hal tersebut pantulan dari statistik OJK yang mencerminkan jumlah pemberi pinjaman yang masih meningkat. Data OJK per Oktober 2022 jumlah pemberi pinjaman secara bulanan mencapai 10,93 juta dari tahun sebelumnya 10,47 juta.
Baca Juga: OJK: Fintech Jadi Industri yang Paling Banyak Mendapat Laporan dan Pengaduan “Saya mengatakan belum ada titik investor sehingga tidak mau berinvestasi di
fintech lending,” ujarnya.
Perencana Keuangan Oneshildt Agustina Fitria mengungkapkan bahwa memang investasi di
P2P lending memiliki beberapa risiko antara lain gagal bayar dan kurang likuid. Ia pun membandingkan bahwa investasi di pasar modal relatif lebih likuid, lebih transparan dan memiliki pengawasan dari beberapa otoritas keuangan. Di sisi lain, investasi di
fintech lending jauh lebih besar jika dibandingkan dengan berinvestasi di pasar modal. Fitri melihat hasil
fintech lending yang tidak seimbang bisa mencapai 20%, bahkan bisa lebih tinggi. “Kalo IHSG 10 tahun terakhir rata-rata hanya 5% sampai 6% per tahun peracikan. kalau obligasi bervariasi sesuai jangka waktu sampai jatuh tempo sekitar 4% sampai 7,5% pa untuk obligasi pemerintah” ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi