KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Sejumlah perusahaan di Asia Tenggara tengah mempertimbangkan untuk mencatatkan saham di bursa Amerika Serikat (AS). Mereka memanfaatkan minat investor yang kuat terhadap pertumbuhan pasar negara berkembang di tengah ketiadaan penawaran saham di Tiongkok. Dilansir dari
Reuters, Selasa (19/9), beberapa perusahaan seperti Funding Societies, Gushcloud International asal Singapura dan perusahaan teknologi asuransi Thailand mempertimbangkan New York sebagai salah satu tempat untuk Intial Public Offering (IPO). Baru-baru ini perusahaan internet Vietnam VNG Corp, dan perusahaan real estate Filipina Hotel101 Global milik DoubleDragon Corp melantai di bursa AS.
Ini mengisi kekosongan yang ditinggalkan perusahaan-perusahaan Tiongkok yang menunda IPO di AS setelah ketegangan politik dengan Washington mencuat. Atas dasar itu, Beijing memperketat pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan domestik yang hendak melantai di luar negeri. Platform e-commerce mobil terbesar di ASEAN, Carsome Group juga menyatakan sedang mempertimbangkan berbagai bursa di global termasuk yang ada di AS untuk melakukan pencatatan saham.
Baca Juga: Lepas Dari Tekanan Regulasi China, Ant Berencana Buyback Saham Diketahui, perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara telah mengumpulkan sekitar US$ 101 juta melalui IPO di AS sepanjang tahun 2023 berjalan, jauh dibandingkan tahun lalu yang sebesar US$ 919 juta. Sementara itu, perusahaan-perusahaan China telah mengumpulkan US$ 463,7 juta melalui pencatatan saham di AS sepanjang tahun ini. Sedikit di atas tahun 2022 tetapi lebih kecil dari tahun 2021 dan 2020 yang masing-masing sebesar US$ 12,96 miliar dan US$ 12,48 miliar. Para bankir memproyeksikan, beberapa perusahaan di Asia Tenggara yang ingin mencatatkan sahamnya di AS hendak mengumpulkan dana antara US$ 300 juta sampai US$ 1 miliar dengan valuasi antara US$ 1,5 miliar sampai US$ 8 miliar. Rencana perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara untuk melantai di AS, seharusnya membawa kabar gambira bagi bank-bank Wall Street di Asia yang menghasilkan sepertiga dari pendapatan mereka dari transaksi-transaksi di pasar modal ekuitas (equity capital market/ECM). “Untuk beberapa investor AS yang berfokus pada pasar negara berkembang, eksposur teknologi mereka sebagian besar berasal dari perusahaan-perusahaan Cina karena mereka adalah nama-nama terbesar yang terdaftar di AS," kata Kepala ECM Bank of America untuk Asia Tenggara, Sunil Khaitan. CEO Group Funding Societies Kelvin Teo mengatakan kepada Reuters bahwa AS merupakan salah satu pilihan yang disukai perusahaan karena akan menyediakan kumpulan modal yang dalam dan basis investor global. Andrew Lim, kepala keuangan Gushcloud juga menyebut pencatatan saham di AS akan membuat perusahaan ini lebih dikenal oleh para investor yang sudah terbiasa dengan perusahaan-perusahaan ekonomi baru yang berkembang pesat. "Perusahaan-perusahaan di berbagai sektor termasuk logistik, teknologi, pertambangan, kendaraan listrik, dan energi terbarukan kemungkinan besar akan melakukan IPO baik di dalam maupun di luar negeri," ujar Pemimpin Penasihat Peristiwa Disruptif Deloitte Asia Tenggara, Tay Hwee Ling.
"Para investor internasional melihat nilai diversifikasi portofolio yang ditawarkan oleh Asia Tenggara," tambah Tay. Namun, peningkatan yang diharapkan dalam daftar perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara, dapat digagalkan oleh volatilitas saham dan pengawasan ketat dari para investor, kata para analis. Saham produsen kendaraan listrik Vietnam, VinFast, telah melonjak sekitar 75% sejak debutnya di bulan Agustus, tetapi bukan tanpa volatilitas yang kuat dalam perdagangan yang tipis.
Baca Juga: Oversubscribed, Harga IPO Arm Holdings Bisa Mencapai US$ 51 Per Saham Editor: Khomarul Hidayat