Sejumlah Proyek Hulu Migas Jumbo Sulit Dapat Investor, Ini Sebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah proyek hulu migas berkapasitas jumbo sukar mendapatkan investor. Sebut saja  Blok Masela dan Proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) yang saban tahun belum berjodoh dengan operatornya.

Plt Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas),  Mohammad Kemal menjelaskan, karakter industri hulu migas adalah modal yang diperlukan tinggi, risiko besar, dan teknologi canggih. 

“Sehingga masuknya investor ke proyek migas jumbo akan sangat ditentukan oleh kecocokan portofolio proyek tersebut dengan preferensi perusahaan,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (30/11). 


Baca Juga: Jambaran Tiung Biru Akan Jadi Tulang Punggung Energi Gas Nasional

Selain itu, lanjut Kemal, dengan adanya tren transisi energi maka diperlukan investasi tambahan yang terkait dengan program pengurangan emisi. Oleh karenanya, sangat diperlukan upaya untuk membuat iklim investasi Indonesia lebih menarik. 

Sebelumnya Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto menyatakan bahwa saat ini sudah ada KKKS yang berminat masuk ke Blok Masela dan IDD. Kabarnya, peminat dua proyek jumbo ini akan diumumkan pada akhir tahun 2022. 

Sebagai informasi, proyek IDD merupakan proyek strategis nasional (PSN) yang berpotensi memproduksi gas 844 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).

“Operator Chevron sudah memutuskan untuk off dari proyek IDD. Sekarang sudah ada calon penggantinya,” jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (16/11).

Dwi menyampaikan, saat ini proses pergantian sedang dalam proses. “Dijanjikan akhir tahun ini akan ada perubahan operator shift. Bisa saja IDD jalan tahun depan,” jelasnya.

Kontan.co.id mencatat bahwa ENI selaku perusahaan migas asal Italia dikabarkan bakal mencaplok 62% hak partisipasi Chevron Pacific Indonesia (CPI) di proyek IDD. 

Mengenai Blok Masela, Dwi menjelaskan, saat ini Inpex mencoba untuk membangun kolaborasi bersama dengan PT Pertamina. Adapun Pertamina sudah melakukan data room study dan akan menyampaikan klausul perjanjian di November 2022. 

Di saat yang sama, Petronas juga tertarik untuk masuk ke Blok Abadi Masela sehingga ada kemungkinan bisa bekerja sama dengan Pertamina untuk menggantikan Shell di proyek ini. Dwi berharap, pada Desember 2022 mendatang revisi Plan of Development (POD) yang sudah ada dan menyertakan penerapan CCS/CCUS. 

Strategi SKK Migas Kejar Target 2030 

Masih mandeknya sejumlah proyek hulu migas jumbo dikhawatirkan oleh sejumlah pihak Indonesia tidak mencapai targetnya di 2030 yakni memproduksi 1 juta barrel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD). 

Baca Juga: Pemerintah akan Lelang Ulang Blok East Natuna

Meski pihak lain ragu, SKK Migas tetap berupaya keras untuk mengejar target tersebut melalui empat strategi utama. 

Pertama, meningkatkan produksi dari eksisting aset melalui program pemboran yang masif. Sejak 2020 pemboran terus meningkat dari 240 sumur menjadi 480 sumur pada tahun 2021 dan menjadi 800 sumur pada tahun 2022. Adapun di 2023 ditargetkan akan mendekati atau di atas 1000 sumur.

Kedua, mempercepat proses dari sumber daya menjadi produksi. setiap tahunnya sejak tahun 2018 cadangan yang ditemukan sudah lebih besar dari yang diproduksikan atau reserve replacement ratio >100%. Ketiga, mempercepat Enhance Oil Recovery (EOR) terutama Chemical EOR di lapangan Minas, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).

Keempat, eksplorasi untuk menemukan sumber daya jumbo. Pengeboran eksplorasi terus ditingkatkan dan juga pencarian data melalui kegiatan seismic, full tensor gradiometry, subvolcanic vibroseis, dan lainnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .