Sekapur sirih ragam manfaat kapur sirih (2)



Tradisi nyirih merupakan warisan budaya nenek moyang Indonesia sejak dulu kala. Bagi warga Pulau Sugara, Kalimantan Selatan, nyirih merupakan simbol dari tradisi masyarakat Melayu. Bahkan, di zaman modern sekarang ini pun beberapa suku di Kalimantan seperti suku Banjar dan suku Dayak masih mempertahankan tradisi ini.

Produksi kapur sirih di tempat ini yang sudah berjalan puluhan tahun silam tidak sekadar pelengkap tradisi nyirih saja. Tapi juga digunakan sebagai bahan obat herbal seperti obat sakit kulit, mengobati encok, menghilangkan gatal pada tenggorokan, dan banyak lagi. Bahkan ada juga yang menggunakan kapur sirih untuk bahan membersihkan jeroan sapi.

Sadikin dan istrinya Jumyati, pembuat kapur sirih di sentra ini bercerita, awalnya para generasi terdahulu membuat kapur sirih hanya untuk memenuhi kebutuhan warga Barito saja. Kemudian berkembang hingga ke Samarinda, sebab Suku Dayak suka menyirih dan menggunakan sirih sebagai ritual-ritual adat. Hingga di tahun 1980-an, baru kapur sirih mulai terkenal sampai seantero Kalimantan bahkan sekarang sudah dikirim sampai ke Jawa dan Sulawesi.


Sadikin bisa menghasilkan enam ember besar kapur sirih per hari. Penumbukan kerang didominasi kaum wanita, sebab para pria sibuk bertugas mencari kerang. Untuk memenuhi kebutuhan produksi, Sadikin dan beberapa pembuat kapur sirih lain biasanya mendatangkan bahan baku kulit kerang dari Aluh Aluh, Kuala Pembuang Satu, atau Kotawaringin, Kalimantan Tengah.

Bulkini Azis, produsen kapur sirih lainnya mengaku tidak kesulitan mencari pasokan bahan baku kerang, meski di Sungai Barito sulit mencari kulit kerang yang sesuai kriteria. Sebab kerang yang digunakan bukan kerang yang biasa dikonsumsi yang berwarna hijau. Melainkan kerang yang berada di pasir atau dasar perairan dekat laut.

Meski aliran Sungai Barito di Pulau Sugara hampir menuju lautan, namun cangkang kerang tidak begitu keras. "Kerang paling bagus kualitasnya dari Kotawaringin dan sekitaran Pangkalan Bun karena cangkangnya tebal dan ukurannya besar," kata Bulkini.

Dalam sebulan Bulkini bisa membutuhkan satu ton cangkang kerang untuk produksi. Pemasok mengirim kerang dengan karung-karung melalui jalur sungai. Biasanya untuk kerang dari Pangkalan Bun di antar ke Aluh Aluh. Setelah itu Bulikini membawa ke Pulau Segara. Bulkini membeli satu ton cangkang kerang seharga Rp 1 juta-Rp 1,2 juta.

Para pembuat kapur sirih nantinya menjual produknya secara kolektif. Hal ini disebabkan para pengepul dari Banjarmasin hanya mau membeli kapur minimal 500 kg sekali datang. Sedangkan, beberapa pembuat kapur hanya bisa memproduksi 30 kg sampai 50 kg per hari. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan