Sekjen PBB Mengecam Pencaplokan Empat Wilayah Ukraina oleh Rusia



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres, mengkritik pencaplokan wilayah Ukraina yang dilakukan oleh Rusia. Menurut Guterres, langkah itu justru bisa membahayakan prospek perdamaian di kawasan.

Kepada para wartawan, Guterres dengan tegas menyebut pencaplokan empat wilayah Ukraina oleh Rusia tidak memiliki nilai hukum dan layak untuk dikutuk.

"Setiap keputusan untuk melanjutkan pencaplokan wilayah Donetsk, Luhansk, Kherson dan Zaporizhzhia di Ukraina tidak akan memiliki nilai hukum dan layak untuk dikutuk," ungkap Guterres, seperti dikutip Reuters.


Guterres tegas menyebut referendum telah dilakukan di bawah pendudukan Rusia dan di luar kerangka hukum dan konstitusional Ukraina. Pada akhirnya, ini akan semakin membahayakan prospek perdamaian kawasan.

Baca Juga: Hasil Sementara Referendum di Empat Wilayah Ukraina yang Dikuasai Rusia

"Ini akan memperpanjang dampak dramatis pada ekonomi global, terutama di negara-negara berkembang, dan menghambat kemampuan kami untuk memberikan bantuan penyelamatan jiwa di seluruh Ukraina dan sekitarnya," pungkas Guterres.

Merespons pernyataan tersebut, utusan Rusia untuk PBB menuduh Guterres telah melanggar Piagam PBB lewat ucapannya.

"Kami menyesal mendengar pernyataan Sekjen PBB. Mengenai situasi di sekitar Ukraina, Sekjen PBB telah secara konsisten menunjukkan pendekatan selektif yang sama seperti negara-negara Barat," ungkap pihak Rusia dalam pernyataannya.

Baca Juga: Dituding Jadi Dalang Kebocoran Pipa Gas Nord Stream, Kremlin: Itu Konspirasi Bodoh

Lebih lanjut, Rusia juga menilai pernyataan Guterres tersebut menunjukkan sikapnya yang tidak netral yang cenderung berdiri bersama dengan negara-negara Barat.

Presiden Rusia, Vladimir Putin, dijadwalkan menandatangani dokumen pencaplokan wilayah Ukraina pada hari Jumat (30/9). Empat wilayah yang akan bergabung dengan Rusia setara dengan 15% wilayah Ukraina.

Sejalan dengan itu, Putin menegaskan akan terus maju dalam perang melawan Ukraina meskipun mengalami tekanan militer besar-besaran bulan ini.