Sekjen PBB: Solusi Dua Negara Bisa Menjamin Perdamaian di Timur Tengah



KONTAN.CO.ID - Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, kembali menekankan bahwa solusi dua negara adalah satu-satunya cara untuk menjamin perdamaian di Timur Tengah.

Menurutnya, satu-satunya landasan realistis bagi perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah adalah dengan membuat Israel dan Palestina hidup berdampingan.

"Bahkan di saat-saat genting dan bahaya yang mendesak ini, kita tidak boleh melupakan satu-satunya landasan realistis bagi perdamaian dan stabilitas sejati: solusi dua negara," katanya pada debat Dewan Keamanan PBB, dikutip TASS.


Secara tegas Sekjen PBB mengatakan bahwa Israel memang memiliki hak untuk menciptakan keamanan di wilayahnya. Di sisi lain, Palestina juga memiliki hak untuk berdiri sebagai negara merdeka yang berlandaskan pada aturan.

Baca Juga: AS: Roket Palestina adalah Penyebab Hancurnya Rumah Sakit di Gaza

"Israel harus mewujudkan kebutuhan sah mereka akan keamanan, dan Palestina harus mewujudkan aspirasi sah mereka untuk sebuah negara merdeka, sejalan dengan resolusi PBB, hukum internasional, dan perjanjian sebelumnya," lanjut Guterres.

Di tengah situasi yang semakin memanas di Gaza, serta Timur Tengah secara umum, Guterres mengingatkan komunitas internasional akan bahaya dari penyebaran informasi palsu yang bisa melahirkan banyak konflik baru.

"Saya memperingatkan adanya tsunami disinformasi. Kita harus melawan kekuatan antisemitisme, kefanatikan anti-Muslim, dan segala bentuk kebencian," pungkasnya.

Baca Juga: Apa Itu Hamas? Simak Sejarah, Tujuan, Serta Sumber Dananya

Solusi Dua Negara

Mengutip Britannica, pada dasarnya solusi dua negara adalah salah satu usulan resolusi konflik antara Palestina dan Israel dengan membentuk dua negara merdeka, Palestina untuk rakyat Palestina dan Israel untuk bangsa Yahudi.

Pada tahun 1993, pemerintah Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) menyetujui rencana penerapan solusi dua negara sebagai bagian dari Perjanjian Oslo.

Solusi dua negara lahir dari serangkaian peristiwa bersejarah. Setelah jatuhnya Kekaisaran Ottoman, orang-orang Yahudi dan Arab sama-sama mengklaim hak untuk menentukan nasib sendiri di Palestina. 

Pada tahun 1948, upaya pertama untuk membagi tanah terjadi. Hasilnya, Israel muncul sebagai negara, namun Palestina tidak. Wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza masing-masing berada di bawah kekuasaan Yordania dan Mesir.

Baca Juga: Rusia dan AS Berselisih di Dewan Keamanan PBB Terkait Perang Israel-Hamas

Pada tahun 1967, terjadi perang selama enam hari yang berakhir dengan Israel merebut dan menduduki Tepi Barat, Jalur Gaza, dan wilayah Arab lainnya.

Pada tahun 1993, Israel yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Rabin Shimon Peres, mengadakan serangkaian negosiasi dengan PLO di Oslo.

Presiden Palestina saat itu, Yasser Arafat mengirim surat kepada Rabin yang mengatakan bahwa PLO mengakui hak Israel untuk hidup. Pengakuan itu disusul dengan penerimaan Resolusi PBB 242 dan 338 yang menyerukan perdamaian abadi dengan Israel sebagai imbalan atas penarikan Israel ke perbatasan sebelum tahun 1967.

Sayangnya, sebagian warga Israel dan Palestina berupaya menghalangi solusi dua negara selama puluhan tahun setelahnya. Kaum nasionalis religius di kedua belah pihak percaya bahwa pemerintah masing-masing tidak mempunyai hak untuk menyerahkan sebidang tanah pun.