Sekjen PBB: Sudah Saatnya Mereformasi Dewan Keamanan PBB dan Bretton Woods



KONTAN.CO.ID - HIROSHIMA. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, pada hari Minggu (21/5) mengatakan bahwa sudah saatnya untuk mereformasi tubuh Dewan Keamanan PBB. Tidak hanya itu, Guterres juga mengindikasikan kemungkinan reformasi sistem moneter Bretton Woods.

Dalam pidatonya pada konferensi pers KTT G7 di Hiroshima, Jepang, Guterres merasa kedua lembaga itu sudah usang karena masih mengadopsi gaya politik tahun 1945.

"Arsitektur keuangan global menjadi usang, disfungsional, dan tidak adil. Untuk menghadapi guncangan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina, mereka telah gagal menjalankan fungsinya sebagai jaring pengaman global," kata Guterres, dikutip Reuters.


Dalam pidatonya, Guterres menyampaikan bahwa negara-negara berkembang merasa belum ada upaya yang cukup untuk mereformasi dua institusi yang sudah ketinggalan zaman tersebut.

Baca Juga: Undang Zelenskiy ke Jepang, Negara G7 Mendukung Perlawanan Ukraina Melawan Rusia

Sistem Bretton Woods merupakan sistem manajemen yang menetapkan aturan dalam menjalankan hubungan komersial dan keuangan di antara AS, Kanada, negara-negara Eropa Barat, Australia, dan Jepang.

Sistem ini resmi lahir dalam Perjanjian Bretton Woods tahun 1944. Sistem ini juga dianggap jadi model pertama dari tatanan moneter yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan moneter antar negara-negara merdeka.

Bretton Woods juga mengharuskan negara-negara untuk memastikan agar mata uang mereka tetap kuat berdasarkan standar dolar AS. Sistem tersebut masih berlaku hingga saat ini.

Dalam perkembangannya, Bretton Woods akhirnya melahirkan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk memantau nilai tukar dan meminjamkan mata uang cadangan ke negara-negara yang membutuhkan.

Baca Juga: Bertemu Zelenskyy, Jokowi: Indonesia Terus Dukung Perdamaian di Ukraina

Di tengah beragam gejolak, IMF mengatakan bahwa pengaruh G7 mulai berkurang dalam 30 tahun terakhir. Menurut IMF, para anggota G7 hanya mampu menyumbang 29,9% dari PDB global pada tahun 2023, turun signifikan dari 50,7% pada tahun 1980.

Menurunnya peran G7 sebagai kelompok negara dengan ekonomi besar ini yang mulai menimbulkan keraguan dari Guterres.

"Kami akan melihat sekarang apa dampak dari diskusi yang diadakan di sini di Hiroshima. Anggota G7 dapat berdiskusi dengan beberapa negara berkembang terpenting di dunia," pesannya.

Atas dasar itu pula, Jepang sebagai tuan rumah KTT G7 turut mengundang pemimpin negara-negara berkembang yang cukup berpengaruh. Mulai dari Presiden Indonesia Joko Widodo, Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva, hingga Perdana Menteri India Narendra Modi.