Sektor hulu migas terpukul Covid-19, pemerintah diminta serius benahi iklim investasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Iklim investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) menjadi sorotan. Selain tertekan pandemi Covid-19, salah satu proyek strategis terbesar, yakni proyek Blok Masela kembali menemui kendala.

Pasalnya, Royal Dutch Shell Plc. (Shell) yang memiliki 35% hak partisipasi di Blok Masela dikabarkan mundur. Hal ini dikhawatirkan membawa sentimen terhadap iklim investasi hulu migas di Indonesia.

Praktisi dan Pengamat Migas Tumbur Parlindungan mengatakan, pandemi Covid-19 memang membuat sejumlah pelaku industri hulu migas menunda rencana maupun aktivitas investasinya.

Baca Juga: Kabar Shell hengkang, SKK Migas: Diskusi masih berlangsung, Inpex jalan terus

Penundaan investasi itu, sebut Tumbur, akan terjadi sampai adanya kestabilan harga minyak maupun supply dan demand.

"Pelaku industri hulu migas dalam kondisi melakukan konsolidasi dan melihat perkembangan dari pertumbuhan demand kembali, sebelum melakukan investasi selanjutnya," ungkapnya saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (6/7).

Menurut Tumbur, apa yang terjadi pada Shell di Blok Masela mesti ditilik lebih dalam. Dia mengatakan, bisa jadi Shell tidak benar-benar hengkang dari Blok Masela. Melainkan Shell hanya menunda Final Investment Decision (FID) untuk proyek tersebut.

"Itu normal dalam setiap kondisi extraordinary seperti sekarang. Kalau berita mengenai hengkangnya salah satu investor di Masela, lebih baik tanyakan langsung ke company-nya. Tapi setahu saya untuk hengkang itu membutuhkan pertimbangan yang cukup rumit," terang Tumbur.

Di tengah kondisi pandemi covid-19 ini, Tumbur berpandangan bahwa pemerintah seharusnya bergerak cepat untuk memperbaiki iklim investasi migas di tanah air. Setelah pandemi usai, maka setiap negara akan berlomba untuk menarik minat investor migas.

"Saatnya untuk memperbaiki iklim investasi karena semua negara terkena covid dan setelah itu mereda, semua akan berlomba untuk menarik investor," ujar Tumbur yang pernah menjabat sebagai President Indonesian Petroleum Association (IPA) itu.

Editor: Yudho Winarto