Sektor infrastruktur butuh tangan profesional



PADA saat mudik Lebaran Juli lalu, Anda tentu ingat kejadian amblesnya Jembatan Comal di Pemalang, Jawa Tengah. Kerusakan jembatan yang ada di jalur utama Pantai Utara Pulau Jawa ini merepotkan pengguna jalan, baik pengusaha yang ingin mengirim barang, hingga mengganggu arus mudik.

Persoalan jembatan ambles, jalan rusak ini hanya bagian kecil dari gunung es masalah infrastruktur di Indonesia. 

Berbarengan dengan pergantian kepemimpinan nasional, tentu saja banyak orang yang berharap pos Kementerian Pekerjaan Umum yang kabarnya akan berubah nomenklaturnya menjadi kementerian infrastruktur mampu mengatasi gunung es itu. 


Sebab di mata pengusaha, perbaikan infrastruktur ini yang digadang bisa membuka pintu masuk investasi. Selain itu, selama ini,  hambatan dan kerusakan infrastruktur terutama transportasi jadi pos membengkaknya biaya operasional.

Persoalan lain adalah persoalan pembebasan lahan. Menurut Desi Arryani, Direktur PT Waskita Karya Tbk (Waskita) pembebasan lahan kerap jadi batu sandungan bagi kontraktor untuk bisa menyelesaikan proyek insfrastruktur tepat waktu. "Pemerintah lewat kementerian PU masih pasif," keluhnya (19/9).

Kendala yang sama juga  dirasakan Suradi, Sekretaris Perusahaan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA). Suradi merasa kebanyakan kontraktor mengerjakan proyek secara mandiri. "Contoh setelah kontraktor mendapatkan konsesi jalan tol, lahannya belum bebas, pemerintah tidak maksimal membantu," katanya, Jumat (19/9). Kondisi ini yang membuat ongkos operasional kontraktor ikut membengkak. 

Selain lahan, Kiswodarmawan, Direktur Utama PT Adhi Karya Tbk (ADHI) melihat perbaikan infrastruktur akses jalan menjadi masalah utama yang harus diselesaikan menteri yang baru. "Jalan diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya setelah itu diikuti oleh irigasi yang baik dan perbaikan sarana transportasi," terang Kiswodarmawan. 

Soal pekerjaan ini, ia mengkritik apa yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum selalu tidak tuntas. Akibatnya banyak jalan yang rusak dan sulit diakses. Bahkan soal irigasi tidak pernah disentuh. 

Selain itu, perencanaan proyek yang tidak matang, acapkali mengakibatkan proyek tidak fokus dan tidak menjangkau kebutuhan masyarakat.  Karena itu Kiswodarmawan usul, ke depan perlu perencanaan secara bertahap, dengan target lima tahunan. Ia mencontohkan, proyek pembangunan jalur Timur Sumatera. "Sekarang sudah hilang, standar yang dipakai enggak jelas," tambahnya.

Hanya saja, baik Kiswodarmawan, Desi ataupun Suradi enggan mengajukan nama calon menteri PU. Termasuk memberi pendapat soal nama yang beredar seperti Ilham Habibie, Tri Mumpuni Wiyatno, Bayu Krisnamurthi serta Ignatius Jonan.  Tapi Desi bilang,  "Bisa saja orang PU senior, yang sudah lama berkecimpung, mengerti mekanisme dan cara kerja pas menjadi menteri PU."  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anastasia Lilin Yuliantina