KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit transaksi berjalan pada kuartal II tahun mencapai US$ 8,02 miliar. Angka ini disumbang oleh sektor industri yang surplus US$ 288,93 juta, dan defisit pada sektor jasa US$ 1.789,56. Dari data tersebut, justru kontribusi sektor jasa lebih besar ketimbang sektor industri. Sektor jasa pada kuartal II tahun ini berkontribusi sebesar 51,8% terhadap PDB, angka ini turun dari tahun sebelumnya 52,5%. Sedangkan sektor industri berkontribusi hanya 19,8% terhadap PDB. Kontribusi ini mengalami tren penurunan sejak tahun 2010 yang tadinya menyumbang 22%.
Melihat data tersebut, Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (LP3E KADIN) Didik J. Rachbini mengatakan sektor jasa memiliki peluang besar untuk mendorong perekonomian Indonesia. "Mereka (sektor jasa) bisa mendorong ekonomi kita," ungkapnya saat diskusi bersama LP3E di Menara Kadin, Kamis (27/9). Sejalan dengan Didik, anggota LP3E KADIN Ina Primiana juga mengatakan sektor jasa dapat menjadi tulang punggung perekonomian negara. Maka, menurutnya pemerintah perlu mendorong geliat ekspor jasa agar tak lagi defisit. Dorongan ini dapat berupa pemberian pajak pertambahan nilai (PPN) 0% ke seluruh sektor ekspor jasa dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). "Saya rasa keduanya (PPN dan kualitas SDM) sama-sama berkontribusi," jelas Ina. Kebijakan PPN 0% tentunya dapat menjadi pecutan semangat bagi penggerak sektor jasa untuk melakukan ekspor. Hanya saja selama ini hanya ada tiga sektor jasa yang berlaku PPN 0% yaitu jasa maklon, perbaikan dan perawatan, serta jasa konstruksi. Sedangkan sisanya masih terkena PPN 10%. Ketua Dany Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengingatkan, Indonesia dalam kebijakan PPN menganut destination prinsipal atau yang berhak menarik pajak adalah negara tujuan ekspor. "Kalau di luar negeri, tiga jenis jasa ada PPN 10 % itu menyimpang jauh dari penjelasan hukum. Doube taxes tidak bisa dihindarkan," jelasnya. Namun pemerintah berjanji akan memperluas PPN 0% ini ke enam sektor jasa lainnya yaitu jasa teknologi dan informasi, jasa penelitian dan pengembangan, jasa persewaan alat angkut, jasa pengurusan transportasi, jasa profesional, dan jasa perdagangan. Targetnya akhir tahun ini sudah dapat diterapkan. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengaku tak berani memperluas kebijakan karena kesulitan dalam pengawasan.
"Saat ini Kemkeu sedang proses bagaimana mengawasi ekspor jasa (PPN) di nol-kan, kriteria (yang) menjamin tidak ada distorsi atau restitusi," ungkap Kepala Bidang Kebijakan Pajak dan BNBP I, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Rustam Effendi. Mengenai kualitas SDM, salah satu usulannya melakukan sertifikasi bagi tenaga profesional, sehingga wisatawan mancanegara saat datang bisa langsung dirujuk ke tenaga ahli. Pun peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia juga perlu diperbaiki. Pasalnya tenaga kerja asing (TKA) pada sektor mengalami tren kenaikan. Tahun ini ada 89.800 TKA yang bekerja di Indonesia. Kondisi menunjukkan bahwa tenaga kerja kita harus siap bersaing secara kualitas dengan TKA. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi