Sektor konsumer dan ritel cenderung melambat



JAKARTA. Tren daya beli yang menurun mulai mempengaruhi fundamental emiten sektor konsumer dan ritel. Tren penurunan mulai terjadi usai Lebaran. PT Kino Indonesia Tbk (KINO) diprediksikan mencatat hasil kinerja yang kurang optimal.

"Estimasi perolehan pendapatan hingga akhir tahun kami revisi 16%–22% lebih rendah," tulis Renaldy Effendi, analis Bahana Securities dalam risetnya.

Sebelumnya, ia memproyeksikan KINO mampu meraih pendapatan Rp 4,2 triliun. Tapi, hasil penjualan selama kuartal II kurang maksimal. Ini menjadi dasar Renaldy merevisi estimasi pendapatan KINO menjadi Rp 3,97 triliun.


Dari sisi valuasi saham, price earning ratio (PER) KINO masih lebih murah ketimbang PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). PER KINO sekitar 16,4 kali, sementara UNVR 45,4 kali. Penjualan emiten ritel pada periode sembilan bulan 2016 ini cuma tumbuh satu digit.

PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) mencatatkan penjualan kumulatif sebesar Rp 6,43 trililun atau tumbuh 6,1% ketimbang periode yang sama tahun lalu. PT Ace Hardware Tbk (ACES) mencatat penjualan Rp 3,49 triliun atau tumbuh 2,9%.

Menurut Sekretaris Perusahaan ACES Helen Tanzil, penurunan ini dipicu oleh angka penjualan sebelumnya yang tinggi, atau high base effect. "Bisa jadi high base effect, sehingga sesudah Idul Fitri kok lemah," ujar Helen kepada KONTAN (12/10).

Menurut riset analis Mandiri Sekuritas Laura Taslim, penjualan kotor ACES periode bulan September tahun ini sama dengan September tahun lalu, yakni Rp 367 miliar. Rerata pertumbuhan penjualan per toko alias same store sales growth (SSSG) dalam periode tersebut turun 3,3%.

Daerah di luar Pulau Jawa mencatat kinerja terburuk, dengan penurunan SSSG 4,9%, diikuti Jakarta yang mencatat penurunan SSSG 4,5%, dan Jawa turun 1,4%. Sementara itu, RALS mencatatkan pertumbuhan yang lebih cemerlang.

Menurut Sekretaris Perusahaan Ramayana Aloysius Santoso, September lalu RALS mencatat kinerja yang lebih baik, yakni naik 3,8% ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya menjadi Rp 450 miliar.

Aloysius mencatat, SSSG RALS di September 2016 mencapai 5,4%. Baik Jawa dan luar Jawa mencetak pertumbuhan per toko yang kuat, masing-masing 10,5% dan 9,1% dibanding tahun sebelumnya.

"Kami tidak mengalami penurunan penjualan. Pertumbuhan masih baik di sembilan bulan hingga September ini," kata dia. RALS menargetkan pertumbuhan penjualan 6,7% tahun ini. Dengan demikian, dirinya optimistis target itu akan tercapai. Apalagi masih ada pendorong penjualan, seperti natal dan tahun baru.

"Gerai kami sudah ada di daerah yang mayoritas nasrani, seperti Medan, Ambon, Papua, dan lain-lain sehingga kami tidak hanya bergantung dengan musim lebaran saja," ujarnya.

Selain mendorong penjualan barang beli putus, amunisi RALS adalah pembukaan gerai-gerai baru di tahun ini. "Kami akan buka 7-8 gerai SPAR dan merenovasi department store setelah sebelumnya merenovasi dua toko.

Setiap pembukaan, kami undang artis. Akhir tahun, kami juga akan undang artis ke gerai-gerai kami," jelasnya.

RALS menargetkan pembukaan 9-10 gerai SPAR tahun ini. Sedangkan ACES menyiapkan promosi berupa diskon akhir tahun demi mencapai target pertumbuhan 5% di 2016 ini.

Helen mengatakan, kuartal keempat merupakan kuartal dengan penjualan tertinggi dalam setahun karena momen natal dan tahun baru. "Target 5% kami belum ada revisi. Mudah-mudahan masih bisa dicapai. Di bulan Oktober ini kami mengadakan boom sale selama sebulan. Mudah-mudahan hasilnya baik," kata Helen.

Pertumbuhan penjualan yang seret ini sejatinya juga sejalan dengan kondisi makro. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), indeks penjualan riil (IPR) per Agustus turun lebih dalam 6,5% dibanding dengan periode Juli yang hanya turun 0,7%.

Ini mengindikasikan jika tren konsumsi di Indonesia cenderung disetir oleh faktor musiman seperti lebaran, belum ditopang oleh fundamental ekonomi yang kuat. IPR per September diprediksi membaik, mencapai 15,7% yoy secara tahunan atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya 14,4%.

Bukan berarti hal ini menjadi indikasi perbaikan daya beli. Sebab, Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) tiga bulan yang akan datang sebesar 127,5, lebih rendah dari sebelumnya 129,6.

Lucky Bayu, analis Danareksa Sekuritas menambahkan, karena sifatnya yang defensif, saham konsumer dan ritel tetap menarik, meski PER beberapa di antaranya sudah tinggi. Nama seprti MPPA, LPPF, RALS, INDF, dan ICBP bisa menjadi pertimbangan.

"Saham-saham ini memiliki potensial upside 12% hingga akhir tahun," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie